BUDIDAYA KARET
DENGAN POLA TANAM GANDA UNTUK MENINGKATKAN HASIL PRODUKSI KARET (Hevia brasiliensis
Muel Arg)
Hasil laporan PKL
Fakultas
Pertanian
Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara
ABSTRAK
Produksi karet Indonesia sangatlah rendah maka dari itu diperlukan teknologi
kultur teknis dilapangan untuk meningkatkan produksi karet sehingga dapat
meningkatkan kesejateraan petani karet. Pada umumnya pola tanam yang digunakan
oleh petani yaitu pohon setiap hektarnya tidak melebihi dari jumlah 400 sampai
dengan 500 pohon. Hal itu berarti jarak tanamnya perhektar adalah
7x3 m, 7, 14x 3, 33 m atau 8x2,5 m. Tapi dengan pola tanam ini produksi karet
kurang memuaskan sehingga produksi lateks sangat rendah. Dengan system pola tanam ganda dapat meningkatkan produksi
karet yang cukup mencolok dibandingkan dengan menanam karet dengan system
biasa. Berdasarkan hasil produksi tanaman karet
dapat diketahui bahwa produksi karet dengan mengunakan tehnik pola tanam
ganda dapat meningkatkan produksi yaitu pada tahun tanam 1996 dengan tahun produsi
pada afdeling III dengan klon yang sama
yaitu PB 260 dari tahun ketahun mengalami peningkatan sebesar 25 – 50 % .
selain itu juga dapat meningkatkan produksi kayu untuk industri mebel untuk
memenuhi kebutuhan imfor kayu.
Kata
kunci: produksi, karet, tehnik.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tanaman karet atau Heve brasiliensis Muel
Arg. Termasuk kedalam family Euphorbiaceae. Tanaman karet ini berasal dari
lembah Amazone Brasilia di Amerika Selatan. Tanaman ini dimasukkan ke Indonesia
pada abad ke 19 yaitu tahun 1876 (Sianturi, 1992).
Pada permulaan abad 20 untuk
pertama kalinya tanaman karet ditemukan di Brasil dan sejak itu telah
dikembangkan menjadi salah satu bahan baku yang sangat penting bagi keperluan
industriri otomotip, keperluan rumah tangga dan alat-alat kesehatan. Dalam
perkembangannya tanaman karet tersebut tidak saja dibudidayakan di Brasil
melainkan juga telah ditanam dan dikembangkan di Indonesia, Malaysia dan
Thailand dalam bentuk perkebunan besar yang melibatkan tenaga kerja yang cukup
besar.
Karet merupakan
komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan
devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus
menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3
juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa
dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5%
dari pendapatan devisa non-migas.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan
yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera
dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih
dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85%
merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara
serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada
tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa
ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan
kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet. Dengan memperhatikan
adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang
akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan
tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk
dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa
memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan
kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.
Perkebunan karet di Indonesia masih
didominasi oleh perkebunan rakyat yang mencakup areal sekitar 2,80 juta ha atau
85% dari total areal perkebunan karet seluas 3,30 juta ha. Dari luasan
tersebut, perkebunan rakyat memberikan kontribusi sekitar 1,20 juta ton atau
76% dari total produksi karet alam nasional sebesar 1,60 juta ton pada tahun
2002 (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Secara umum
permasalahan utama dalam perkebunan karet rakyat adalah produktivitas yang
rendah, hanya sekitar 610 kg/ha/tahun, padahal produktivitas perkebunan besar
negara atau swasta masing-masing mencapai 1.107 kg dan 1.190 kg/ha/tahun
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2002). Rendahnya produktivitas
karet rakyat tersebut antara lain disebabkan oleh luasnya areal karet yang
menggunakan bahan tanam nonunggul (seedling).
Selain itu juga produktivitas satuan luas dipengaruhi oleh jarak tanam dan
kerapatan tanaman, disamping faktor-faktor yang lainya. Jarak
yang lebih sempit akan berdampak negative dengan beberapa kelemahannya.
Beberapa kerusakan yang akan terjadi akibat jarak yang lebih sempit adalah:
Kerusakan mahkota tajuk oleh angin Kematian pohon karena penyakit menjadi lebih
tinggi Tercapainya lilit batang sadap lebih lambat Hasil getahnya akan berkurang
Oleh sebab itu, dalam melakukan penanaman, sangat tidak dianjurkan terlalu
rapat jarak antara satu pohon dengan pohon yang lainnya
Usaha peningkatan
produktivitas tanaman karet baik pada tingkat perusahaan swasta maupun secara
nasional, harus dilaksanakan dengan menanam klon-klon unggulan terbaru pada
saat penanaman baru ataupun pada saat peremajaan. Klon adalah
keturunan yang diperoleh secara pembiakab vegetatif suatu tanaman. sehingga,
cirri-ciri darti tanaman tersebut sama persis dengan tanaman induknya.. Klon-klon
anjuran yang dianjurkan untuk digunakan pada saat okulasi maupun penanaman
bibit unggul adalah bahan tanaman karet. Adapun bahan tanaman yang dianjurkan adalah: Klon GT1, Klon PR 107, Klon PR
228, Klon PR 261, Klon PR 300, Klon PR 255, Klon PR 303, Klon AVROS 2037, Klon
BPMI.
REKOMENDASI KLON
KARET oleh asosiasi penelitian dan nperkebunan Indonesia padfa tahun 2000
adalah sebagai berikut: Sistem rekomendasi klon karet 1999-2001, disesuaikan
dengan undang-undang no 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman. Rekomendasi
klon unggulan dikelompokan menjadsi dua, yaitu: Kelompok klon anjuran komersil
Kelompok klon anjuran harapan Kon anjuran komeresil dibagi menjai 3 yaitu: Klon
penghasil lateks Klon penghasil lateks-kayu Klon penghasil kayu Sedangkan klon
anjuran harapan terdiri dari beberapa klon yaitu: IRR 2, IRR5, IRR13, IRR17,
IRR21, IRR24, IRR41, IRR42, IRR54, IRR1OO, IRR104, IRR105, IRR107, IRR111 dan
IRR 118. Selain klon yang
digunakan juga kultur teknis juga perlu mendapat perhatian.
Luas lahan karet yang dimiliki Indonesia mencapai
2,7 – 3 juta hektar. Ini merupakan lahan karet terluas di dudia. Areal
perkebunan karet Malaysia dan Thailand masih di bawah jumlah tersebut.
Sayangnya, perkebunan karet yang luas ini tidak diimbangi dengan produktivitas
yang memuaskan (Tim penulis PS, 2007). Salah satu penyebab rendahnya produksi
karet alam Indonesia adalah penanaman klon unggul yang tidak diimbangi dengan
kultur tehnik yang baik, termasuk kurangnya perhatian penanggulangan gulma dan
penyakit tanaman.
Selain fungsi produksi, tanaman karet mempunyai
pengaruh yang baik terhadap tanah, tanaman ini dapat mencegah erosi dan tanah
lonsor. Selain itu, daunnya yang berguguran dapat membentuk humus hingga dapat
menyuburkan tanah (Setiawan, 1992).
Tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat
penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir
ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin
memprihatinkan. Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen,
kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan
seperti rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna
air bagi tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada
daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup
tanaman karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus
tanaman karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan
pertanaman karet sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu
berperan sebagai penyimpan dan sumber energi (Indraty 2005). Hal senadan
dikemukakan oleh Azwar et al. (1989), bahwa laju pertumbuhan biomassa
rata-rata tanaman karet pada umur 3−5 tahun mencapai 35,50 ton bahan
kering/ha/tahun. Hal ini berarti perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi
hutan yang berperan penting dalam pengaturan tata guna air dan mengurangi
peningkatan pemanasan bumi (global warming).
Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku
industri cukup besar. Sampai
saat ini kebutuhan kayu sebagian besar masih dipenuhi dari hutan alam.
Persediaan kayu dari hutan alam setiap tahun semakin berkurang, baik dari segi
mutu maupun volumenya. Hal ini disebabkan kecepatan pemanenan yang tidak
seimbang dengan kecepatan penanaman, sehingga tekanan terhadap hutan alam makin
besar. Di sisi lain kebutuhan kayu untuk bahan baku industri semakin meningkat,
hal ini berarti pasokan bahan baku pada industri perkayuan semakin sulit, kalau
hanya mengandalkan kayu yang berasal dari hutan alam, terutama setelah kayu
ramin, meranti putih, dan agathis dilarang untuk diekspor dalam bentuk kayu
gergajian. Kondisi ini perlu ditanggulangi sedini mungkin agar tidak terjadi kesenjangan
antara potensi pasokan kayu hutan dengan besarnya kebutuhan kayu. Usaha untuk
memenuhi permintaan kayu tersebut dapat dipenuhi melalui pengusahaan hutan
produksi, seperti pembangunan hutan tanaman industri, walaupun hasilnya belum
memuaskan. Oleh karena itu perlu dicari jenis kayu substitusi yang dapat
memenuhi persyaratan untuk berbagai keperluan. Kayu karet yang dihasilkan dari
perkebunan karet merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan. Perkebunan
karet di Indonesia cukup luas dan sebagian sudah waktunya diremajakan
(Lokakarya HTI, 1989).
Permintaan kayu di pasar internasional diperkirakan
semakin meningkat sebagai akibat perkembangan penduduk dunia yang semakin pesat
dan kecenderungan membaiknya kondisi perekonomian berbagai negara saat ini.
Sementara itu kebutuhan di dalam negeri dewasa ini mencapai 58 juta m3 per
tahun, sedangkan total produksi kayu hanya 52 juta m3 per tahun, berarti
terjadi kekurangan pasokan sekitar 6 juta m3 (Direktorat Jenderal Pengusahaan
Hutan, 1999 dalam Nancy, dkk., 2001). Sedangkan di sisi lain potensi
kayu hutan yang tersedia makin terbatas. Untuk mengisi pangsa pasar tersebut,
kayu karet dapat digunakan sebagai substitusi kayu alam.
Perumusan Masalah
Salah
satu faktor utama yang mempengaruhi rendahnya
produktifitas adalah jumlah pohon yang dapat dipanen perhektar. Pada
umumnya tanaman karet yang berumur > 15 tahun, jumlah tegakannya < 300
pohon/ha bahkan banyak yang sudah < 200 pohon/ha akibat tumbangnya pohon
karet akibat yang ditimbulkan oleh angin yang menumbangkan pohon-pohon karet
Dengan
pola tanam ganda dapat meningkatkan produksi karet dan dapat mengefisiensikan pengunaan lahan sehingga populasi awal
tegakan ditingkatkan dari 555 pohon menjadi 780 pohon perhektar. Selain itu
juga pola tanam ganda dapat menekan
robohnya pohon karet akibat angin.
Selain itu juga Potensi pasokan kayu sebagai bahan
baku industri perkayuan yang berasal dari hutan alam semakin berkurang baik
dari segi mutu maupun volumenya. Dengan berkembangnya teknologi pengolahan dan
pengawetan kayu karet, pemanfaatan kayu karet saat ini semakin meluas sehingga
kebutuhan bahan baku dari kayu karet semakin meningkat.
Tujuan
Dengan menanam karet dengan pola
tanam ganda pada budidaya karet diharapkan akan dapat memberikan peningkatan produksi tanaman karet sehinga dapat meningkatkan produksi karet dan dapat
memberikan kesejateraan petani karet
selain itu juga dengan pola tanam ganda dapat mengantikan peran hutan yang
banyak yang gundul.
HASIL
Produksi karet dapat dilihat pada tabel I dimana produksi
lebih tinggi bilah tanaman karet ditanam dengan pola ganda.
Tabel.1.
Perbandingan produktifitas pola tanam ganda vs tanaman biasa tahun tanam 1996
(kg/ha) adalah sebagai berikut :
Tahun
|
Pola Tanam Ganda Tiga Tanaman biasa
|
|||
IV/PB 260
|
III/PB 260
|
III/BPM 1
|
III/PB 260
|
|
2001
|
136
|
274
|
230
|
202
|
2002
|
1.234
|
1.421
|
946
|
661
|
2003
|
1.698
|
1.928
|
1.351
|
1.042
|
2004
|
2.198
|
2.110
|
2.000
|
1.709
|
2005
|
1.962
|
1.985
|
2.140
|
1.709
|
2006
|
2.532
|
2.497
|
2.444
|
2.031
|
2007(s/d
mart)
|
510
|
484
|
533
|
375
|
Sumber : PT Perkebunan Nusantara III Kebun Rambutan
PEMBAHASAN
Luas
areal
Pola tanam ganda
tiga (3) di PTP. Nusantara III kebun Rambutan seluas 129,45 ha dengan rincian :
Afdiling
|
Tahun Tanam
|
Klon
|
Luas (ha)
|
IV
|
1996
|
PB 360
|
49.95
|
III
|
1996
|
PB 360
|
49.00
|
III
|
1996
|
BPM 1
|
30.95
|
Penanaman
Sebagai tanaman yang berasaif, tetap produksl dari
wilayah Amerika tropis, karet biasa tumbuh di Indonesia yang juga beriiklim
tropis, meskinpun demikian agar berproduksi secara maksimal karet membutuhkan
kondisi-kondisi tertentu tyang merupakan syarat hidupnya. Jika kondisi tertentu
tidak terpenuhi tanaman karet bisa saja tetap tumbuh, tetapi pertumbuhannya
lambat. Tanaman bisa menjadi kerdil dan kurus dengan percabangan banyak. Lebih
buruk lagi, produksi lateksnya rendah sehingga secara ekonomis tidak
menguntungkan. Meskipun dilakukan perawatan secara intensif, tetap saja
prouktifitasnya rendah.
Agar
produktifitasnya tinggi karet sangat bagus jika dibudidayakan ditanah yang
subur selain itu juga pola tanam dilapangan juga sangat menetuhkan
produktifitas karet.
Kultur teknis di lapangan secara umum tidak ada perbedaan
antara pola tanam ganda dengan pola tanam biasa. Letak perbedaannya hanya
jumlah pohon per hektar dengan pengaturan jarak tanam sebagai berikut :
uraian
|
Pola ganda
|
Pola biasa
|
Jarak tanam
|
7.692 x 5
|
5 x 3.33
|
Pohon/ha
|
780
|
600
|
Sistem penanaman
|
Rumpun tiga
|
Tidak berumpun
|
Persiapan lahan
|
Mekanis
|
Mekanis/khemis
|
Pemancangan jarak
tanam 7,692 x 5 m, hanya merupakan titik sumbu dan sebagai pedoman dalam penentuan
letak dan lubang tanam. Penanaman dengan pola tanam ganda tiga, diatur
berbentuk segitiga sama sisi disetiap rumpun dengan panjang sisi 1,5 meter.
Pengaturan arah (puncak) segi tiga antara barisan yang satu dengan yang lainnya
harus berlawanan.
Produktifitivitas
Hasil pengamatan
produksi tanaman karet dengan pola tanam ganda menunjukan hasil perbedaan yang
menyolok antara pola tanam ganda dengan pola tanam biasa, ini dapat dilihat
pada tabel 1 . perbedaan ini disebabkan karena jumlah pohon yang ditanam pada
lahan lebih banyak serta di pengaruhi oleh jarak tanam.
Salah
satu faktor utama yang mempengaruhi tingginya produktifitas adalah jumlah pohon
yang dapat dipanen perhektar. Pada umumnya tanaman karet yang berumur > 15
tahun, jumlah tegakannya < 300 pohon/ha bahkan banyak yang sudah < 200
pohon/ha. Dengan pola tanam ganda dalam rangka peningkatan efisiensi pengunaan
lahan populasi awal tegakan ditingkatkan dari 555 pohon menjadi 780 pohon
perhektar . Dengan cara ini diharapkan pada umur > 15 tahun , tegakan masih
bertahan 400 pohon per hektar sehingga produksi per hektar dapat bertahan dan
hasil kayu dapat diperoleh secara optimal.
Tujuan utama budi daya karet adalah untuk mendapatkan
lateks yang berasal dari getahnya. Namun, dalam perkembangannya kayu atau
batang karet ternyata juga memiliki manfaat, sehingga bernilai ekonomi cukup
tinggi kayu karet yang sudah berumur 20 – 30 tahun bisa ditebang untuk
dimanfaatkan dalam pembuatan rubber smoked sheet, bahan kertas dan kayu untuk
pertukangan. Laju permintaan kayu karet untuk pembuatan kertas, kayu energi
(bahan bakar), dan kayu untuk pertukangan cendrung meningkat dari tahun
ketahun.
Perkembangan
Teknologi Industri pengelohan kayu telah mengubah perdangan terhadap tanaman
karet. Budidaya karet tidak lagi dipandang sebagai penghasil lateks saja tetapi
sekaligus penghasil kayu untuk keperluan meubel dan kebutuhan bangunan. Diharapkan
dengan sistem tanam ganda dapat meningkatkan produksi karet dan pohon karet
untuk penghasil kayu.
Pada tahun 2020 mendatang permintaan kayu karet untuk
bahan pembuatan kertas dan kayu energi diperkirakan sebanyak 237,425 juta meter3dan
penawaran 74,425 juta meter3, sehingga terjadi kekurangan pasokan
163 juta meter3. Sementara itu, untuk kayu pertukangan permintaan
kayu karet pda tahun 2020 diperkirakan mencapai 94,425 juta meter3
dengan penawaran sebesar 88,643 juta meter3 dengan penawaran
sehingga kekurangannya sebesar 5,782 juta meer3 (Setiawan dan
Andoko, 2006).
Melihat besarnya
permintaan dan kemapuan menyediakan sehinggga terjadi kekurangan pasokan tersebut,
berarti usaha budidaya karet memang memberi harapan besar di luar produksi
lateksnya. Karena pada akhirnya masa produksi lateksnya tanaman ini akan
dipanen kayunya. Sejak awal harus diperhatikan bibitnya dan pola tanam yaitu
yang bisa menghasilkan lateks dan batang yang lurus dan besar dan menanam
dengan pola tanam ganda.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian didapat bahwa pola tanam ganda
dapat meningkatkan produksi karet dan dapat menjaga jumlah pohon karet akibat
tiupan angin sehingga dapat
meningkatkan hasil dan pendapatan. Selain itu juga bibit yang digunakan dalam menanam karet
haruslah mengunakan klon-klon yang unggul yang telah dianjurkan oleh
pemerentah. Pohon karet juga dapat bermanfaat mengantikan peran hutan yang sudah banyak
gundul akibat tangan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Aonimus,
1995. Budidayat Karet. Penebar
Swadaya. Jakarta
Anwar. C, 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya
Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Lokakarya HTI.
1989. Hasil perumusan Lokakarya Nasional HTI karet. Pros. Lok. Nas. HTI Karet,
Medan.
Nancy, C., G.
Wibawa, M. Lasminingsih. 2001. Potensi Pemanfaatan Kayu dalam Kegiatan
Peremajaan Karet. Tinjauan Komoditas Perkebunan, Vol. 2, No. 1, Maret 2001. APPI
dan Ditjenbun.
Tim Penulis PS, 2007. Karet.
Penebar swadaya.Jakarta.
Setiawan , I. A, 1992. Penghijauan
dengan Tanaman Pontesial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar