MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq) PADA PEMBIBITAN
AWAL MELALUI PEMBERIAN LIMBAH PADAT TEH DAN PUPUK UREA
ABSTRAK
Penelitian ini dirancang menurut Rancangan Acak
Kelompok (RAK) Faktorial dengan limbah padat teh sebagai faktor perlakuan
pertama dan pupuk urea sebagai faktor perlakuan kedua. Faktor Perlakuan limbah padat teh terdiri
atas tiga taraf yaitu perlakuan kontrol (0 ton/ha) yang dinotasikan sebagai L0,
taraf 10 ton/hektar setara 75 gram/polibeg (L1) dan taraf 20 ton/ha
setara 150 gram/polibeg (L2).
Sedangkan faktor perlakuan pupuk urea terdiri atas 4 taraf yaitu 0
gram/liter air (U0), 1 gram/liter air (U1), 2 gram/liter
air (U2), dan 3 gram/liter air (U3). Seluruh unit percobaan diulang sebanyak 3
kali, sehingga seluruh unit percobaan berjumlah 36 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan terdiri dari
lima tanaman yang kelima tanaman digunakan dalam pengambilan data. Berdasarkan
hasil analisis data secara statistik dengan metode sidik ragam, uji beda
rata-rata, analisis regresi dan korelasi dapat diketahui bahwa hingga dosis 20
ton/hektar (150 gram/polibeg) pemberian limbah padat teh masih menunjukkan
adanya peningkatan hasil, baik pada
pertumbuhan tinggi bibit umur 8, 10 dan 12 MST, dan luas daun. Sedangkan pada
perlakuan pupuk urea telah diperoleh konsentrasi aplikasi untuk pengamatan
jumlah daun, luas daun tanaman dengan konsentrasi rata-rata 2 gram/liter
air. Kombinasi perlakuan terbaik
diperoleh pada L2U2, yaitu dosis 20 ton limbah padat
teh/hektar (150 gram/polibeg) dengan konsentrasi aplikasi urea 2 gram/liter
air.
Kata Kunci :
Urea, limbah teh, Kelapa sawit.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diusahakan secara komersial di Afrika,
Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah lain
dengan skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa
sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Di Brasilia,
tanaman ini dapat ditemukan tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang
tepi sungai (Pahan, 2007).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah salah satu dari palma yang
menghasilkan lemak untuk tujuan komersil. Minyak sawit ini diperoleh dari
pericarp (daging buah) dan dari inti biji yang disebut minyak inti sawit. Dari
sekian banyak tanaman penghasil lemak atau minyak, kelapa sawit memberikan
hasil terbanyak dan memiliki kadar kolestrol yang rendah (Ginting, 1975).
Usaha meningkatkan produksi kelapa
sawit di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai usaha, baik intensifikasi
maupun ekstensifikasi. Dalam hal ini pembibitan merupakan usaha permulaan
keberhasilan tanaman, bibit yang dikelola dengan baik diharapkan akan
menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik, sehat dan berproduksi tinggi. Bibit
yang sehat akan mempunyai perakaran tanaman yang baik dan kuat yang dapat
mengambil unsur hara tanaman dari dalam tanah dengan baik pula. Untuk
ketersedian unsur hara di dalam tanah, maka perlu dilakukan pemupukan dengan
dosis dan cara pemberian yang tepat (Rinsema, 1988).
Pembibitan kelapa sawit merupakan tindakan
kultur teknis yang paling awal dilakukan di dalam usaha pengembangan budidaya
perkebunan. Adapun tujuan utama dari pembibitan adalah untuk mempersiapkan
bibit yang sehat, jagur dan baik. Karena hal tersebut merupakan salah satu
faktor penentu dari keberhasilan di lapangan dan untuk mendapatkan pertumbuhan
dan produksi yang lebih baik. Pembibitan kelapa
sawit dapat dilaksanakan dengan dua cara. Cara pertama dengan dua tahap, yaitu
melalui dederan (Pre nursery) dan
kemudian pembibitan utama (Main nursery),
dan cara kedua hanya satu tahap yaitu langsung ke pembibitan tanpa melalui
pendederan terlebih dahulu (Lubis, 1985 ; Setyamidjaja, 1991).
Bagi tanaman, pupuk sama
seperti makanan pada manusia. Pupuk digunakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang.
Pupuk yang beredar saat ini bermacam-macam jenis, berdasarkan aplikasinya ada
dua jenis pupuk, yaitu pupuk akar dan pupuk daun. Keuntungan pemberian pupuk
melalui daun adalah lebih jauh cepat diserap tanaman hingga juga hasilnya lebih
cepat kelihatan dari pada pupuk akar (Marsono dan Sigit, 2002).
Menurut Dolly (2004), bahwa perlakuan pupuk urea
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, total luas daun, berat
tanaman/sample, berat basah/tanaman dan berat kering per tanaman, tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan berat tanaman/plot tanaman selada.
Limbah padat
yang dihasilkan oleh pabrik teh tersedia dalam jumlah besar sepanjang tahun.
Limbah tersebut sebagian besar belum dimanfaatkan, pada hal mengandung unsur
penting yaitu N, K, Mg, Ca dan S. Limbah sebagai bahan organik dapat
dikembalikan ke lahan perkebunan teh untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Berdasarkan analisis yang
telah dilakukan limbah teh padat mengadung C-organik 5,23 %, N-total 0,11 % dan
P tersedia 125 ppm. Limbah teh padat sebagai bahan organik dapat dimanfaatkan
bila telah mengalami dekomposisi melalui proses dekomposisi unsur hara yang
terdapat dalam bahan organik akan dapat dimanfaatkan tanaman karena telah mengalami
mineralisasi dan memiliki nilai C/N 10 – 12 (Murbandono, 1990).
Rumusan masalah
Limbah padat yang dihasilkan oleh
pabrik teh tersedia dalam jumlah besar sepanjang tahun. Limbah tersebut
sebagian besar belum dimanfaatkan sehingga dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan. Selain itu juga limbah yang dihasilkan akan menambah beban
penggolahan. Limbah teh padat sebagai bahan organik dapat dimanfaatkan bila
telah mengalami dekomposisi melalui proses dekomposisi unsur hara yang terdapat
dalam bahan organik akan dapat dimanfaatkan tanaman karena telah mengalami
mineralisasi dan memiliki nilai C/N 10 – 1.
Pembibitan
kelapa sawit merupakan tindakan kultur teknis yang paling awal dilakukan di
dalam usaha pengembangan budidaya perkebunan. Adapun tujuan utama dari pembibitan
adalah untuk mempersiapkan bibit yang sehat, jagur dan baik. Karena hal
tersebut merupakan salah satu faktor penentu dari keberhasilan di lapangan dan
untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik.
Tujuan
Dengan pemberian
limbah teh dan pupuk urea diharapkan meberikan bibit yang sehat, jagur dan
baik. Sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi yang baik.
BAHAN
DAN METODE
Bahan
dan Alat
Bahan yang digunakan adalah kecambah kelapa sawit persilangan D x P yang
diperoleh dari Pusat Penelitian Perkebunan Kelapa Sawit Medan, Tanah top soil,
Waste tea, Urea, Polibeg hitam ukuran 14 cm x 22 cm tebal 0,07 mm – 0,1 mm,
Insektisida, fungisida, dan air. Alat yang digunakan adalah cangkul, parang
babat, meteran, rol, gembor, handsprayer, kalkulator dan alat tulis lainnya,
papan judul dan papan perlakuan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktorial yang diteliti yaitu :
1. Faktor pemberian Limbah
padat teh (L) dengan tiga taraf perlakuan :
L0 =
Tanpa limbah padat teh (kontrol), L1 = Limbah padat teh 10 ton / ha
( 75 g/polibeg ), L2 = Limbah padat teh 20 ton / ha ( 150 g/polibeg
)
2. Faktor pemberian pupuk Urea (U) dengan empat taraf perlakuan :
U0 = 0 gr/liter air, U1 = 1 gr/liter air, U2
= 2 gr/liter air, U3 = 3 gr/liter air
Setiap kombinasi diulang 3 kali per plot per ulangan percobaan ini disusun
dengan mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Parameter yang
diamati adalah
: Tinggi tanaman (cm), Jumlah daun (helai), Total luas daun (cm2),
Berat kering bibit (kg).
HASIL PENELITIAN
Tinggi Bibit (cm)
Berdasarkan
hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa tinggi bibit
menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat dan
pemupukan urea, sehingga dengan teknik analisis regresi dan korelasi dapat
diperoleh persamaan regresi sebesar = 21,267 + 0,093L dengan r = 0,99 dan = 21,122 + 0,717U dengan r = 0,86. Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat
digambarkan kurva respon pertumbuhan tinggi bibit terhadap pengaruh pemberian
limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 1 dan 2
berikut di bawah ini :
= 21,267 +
0,093L
r
= 0,99
Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 1.
Respon Tinggi Bibit Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh
Pada Pengamatan Umur 12 mst
Pada
Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa tinggi bibit mengalami peningkatan sejalan
dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh. Pertambahan tinggi bibit menunjukkan pola
linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,99 dan koefisien regresi
sebesar 0,093. Hal ini berarti bahwa
dari setiap penambahan sebanyak 1 ton bahan limbah padat teh per hektar luas
lahan akan menambah tinggi bibit sebesar 0,093 cm.
= 21,122 +
0,713U
r
= 0,86
Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 2.
Respon Tinggi Bibit Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada
Pengamatan Umur 12 mst
Pada
Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa tinggi bibit mengalami peningkatan sejalan
dengan bertambahnya konsentrasi pemberian pupuk urea. Seperti halnya dengan penambahan dosis limbah
padat teh, pertambahan tinggi bibit akibat penambahan konsentrasi pemupukan
urea juga menunjukkan pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar
0,86 dan koefisien regresi sebesar 0,717.
Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan konsentrasi sebesar 1 gram
pupuk urea per liter air sebagai pelarut akan menambah tinggi bibit sebesar
0,717 cm.
Jumlah Daun (helai)
Berdasarkan
hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa jumlah daun
menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan
terhadap pemberian pupuk urea, jumlah daun menunjukkan respon kuadratik
terhadap penambahan konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis
regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar = 3,715 + 0,0075L dengan r = 0,99 dan = 3,681 +
0,201U – 0,055U2 dengan R2 = 0,92. Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat
digambarkan kurva respon pertumbuhan jumlah daun terhadap pengaruh pemberian
limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 3 dan 4
berikut di bawah ini:
= 3,715 +
0,0075L
r
= 0,99
Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 3.
Respon Jumlah Daun Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh
Pada Pengamatan Umur 12 mst
Pada
Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah daun mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh. Pertambahan jumlah daun menunjukkan pola
linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,99 dan koefisien regresi
sebesar 0,0075. Hal ini berarti bahwa
dari setiap penambahan sebanyak 1 ton lahan limbah padat teh per hektar luas
lahan akan menambah jumlah daun sebesar 0,0075 helai.
= 3,681 +
0,201U – 0,055U2
R2
= 0,92
Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 4.
Respon Jumlah daun Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada
Pengamatan Umur 12 mst
Pada
Gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa jumlah daun mengalami peningkatan sejalan
dengan bertambahnya konsentrasi pemberian pupuk urea, namun hingga konsentrasi
di atas 1,8 g/liter air, penambahan konsentrasi pemberian pupuk urea cenderung
memberi pengaruh negatif. Pertambahan
jumlah daun menunjukkan pola respon kuadratik positif dengan koefisien
determinasi sebesar 0,92 dan koefisien regresi sebesar 0,201U dan -0,055U2.
Luas Daun (cm2)
Berdasarkan
hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa luas daun
menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan
terhadap pemberian pupuk urea, jumlah daun menunjukkan respon kuadratik
terhadap penambahan konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis
regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar = 42,3 + 0,217L dengan r = 0,97 dan = 39,35 +
7,8855U – 1,9175U2 dengan R2 = 0,8907. Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat
digambarkan kurva respon pertumbuhan luas daun terhadap pengaruh pemberian
limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 5 dan 6
berikut di bawah ini :
= 42,3 +
0,2174L
r
= 0,97
Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 5.
Respon Luas Daun Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh Pada
Pengamatan Umur 12 mst
Gambar
5 di atas menunjukkan bahwa luas daun mengalami peningkatan sejalan dengan
bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh.
Pertambahan luas daun menunjukkan pola linier positif dengan koefisien
korelasi sebesar 0,97 dan koefisien regresi sebesar 0,217. Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan
sebanyak 1 ton lahan limbah padat teh per hektar luas lahan akan menambah luas
daun sebesar 0,217 cm2.
= 39,35 +
7,8855U – 1,9175U2
R2
= 0,89
Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 6.
Respon Luas Daun Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada
Pengamatan Umur 12 mst
Gambar
6 di atas menunjukkan bahwa jumlah daun mengalami peningkatan sejalan dengan
bertambahnya dosis pemberian pupuk urea, namun hingga konsentrasi 2 g/liter
air, penambahan konsentrasi pemberian pupuk urea cenderung memberi pengaruh
negatif. Pertambahan luas daun
menunjukkan pola respon kuadratik positif dengan koefisien determinasi sebesar
0,89 dan koefisien regresi sebesar 7,8855U dan -1,9175U2.
Berat Basah Bibit (gram)
Berdasarkan
hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa luas daun
menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan
terhadap pemberian pupuk urea, berat basah bibit menunjukkan respon kuadratik
terhadap penambahan konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis
regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar = 5,4567 + 0,021L dengan r = 0,98 dan = 5,0135 +
1,2585U – 0,3525U2 dengan R2 = 0,98. Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat digambarkan
kurva respon berat basah bibit terhadap pengaruh pemberian limbah padat teh dan
pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 7 dan 8 berikut di bawah ini :
= 5,4567 +
0,021L
r
= 0,98
Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 7.
Respon Berat basah bibit Terhadap Pemberian Limbah Padat
Teh Pada Pengamatan Umur 12 mst
Gambar
7 di atas menunjukkan bahwa berat basah bibit mengalami peningkatan sejalan
dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh. Pertambahan berat basah bibit menunjukkan
pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,98 dan koefisien
regresi sebesar 0,0021. Hal ini berarti
bahwa dari setiap penambahan sebanyak 1 ton lahan limbah padat teh per hektar
luas lahan akan menambah berat basah bibit sebesar 0,0021 gram.
= 5,0135 +
1,2585U – 0,3525U2
R2
= 0,98
Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 8.
Respon Berat Basah Bibit Terhadap Pemberian Pupuk Urea
Pada Pengamatan Umur 12 mst
Gambar
8 di atas menunjukkan bahwa berat basah mengalami peningkatan sejalan dengan
bertambahnya dosis pemberian pupuk urea, namun hingga konsentrasi lebih tinggi
dari 1,78 g/liter air penambahan konsentrasi pemberian pupuk urea cenderung
memberi pengaruh negatif. Pertambahan
berat basah bibit menunjukkan pola respon kuadratik positif dengan koefisien
determinasi sebesar 0,98 dan koefisien regresi sebesar 1,2585U dan -0,3525U2.
Berat Kering Bibit (gram)
Berdasarkan hasil pemilahan jumlah kuadrat
rincian dapat diketahui bahwa berat kering bibit menunjukkan hubungan linier
positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan terhadap pemberian pupuk
urea, berat kering bibit menunjukkan respon kuadratik terhadap penambahan
konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis regresi dan korelasi
dapat diperoleh persamaan regresi sebesar = 1,1267 + 0,006L dengan r = 0,99 dan = 1,0125 +
0,2625U – 0,0625U2 dengan R2 = 0,97. Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat
digambarkan kurva respon pertumbuhan berat
kering
bibit terhadap pengaruh pemberian limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang
tersaji pada Gambar 9 dan 10 berikut di bawah ini:
= 1,1267 +
0,006L
r
= 0,99
Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 9.
Respon Berat kering bibit Terhadap Pemberian Limbah Padat
Teh Pada Pengamatan Umur 12 mst
Gambar
9 di atas menunjukkan bahwa berat kering bibit mengalami peningkatan sejalan
dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh. Pertambahan berat kering bibit menunjukkan
pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,99 dan koefisien
regresi sebesar 0,006. Hal ini berarti
bahwa dari setiap penambahan sebanyak 1 ton bahan limbah padat teh per hektar
luas lahan akan menambah berat kering bibit sebesar 0,006 gram.
= 1,0125 +
0,2625U – 0,0625U2
R2
= 0,97
Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar
10.
Respon Berat Kering Bibit Terhadap Pemberian Pupuk Urea
Pada Pengamatan Umur 12 mst
Gambar
10 di atas menunjukkan bahwa bahwa berat kering bibit mengalami peningkatan
sejalan dengan bertambahnya konsentrasi pemberian pupuk urea, namun hingga
konsentrasi di atas 2,1 g/liter air, penambahan konsentrasi pemberian pupuk
urea cenderung memberi pengaruh negatif.
Pertambahan berat kering bibit menunjukkan pola respon kuadratik positif
dengan koefisien determinasi sebesar 0,97 dan koefisien regresi sebesar 0,2625U
dan -0,0625U2.
KESIMPULAN
Pemberian
pupuk limbah padat teh memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi,
jumlah daun, luas daun, berat basah bibit dan berat kering bibit di pre
nursery. Pemberian pupuk urea memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit, luas daun, berat basah bibit dan berat
kering bibit, dan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit di pembibitan
pre nursery. Interaksi pemberian limbah padat teh memberi pengaruh sangat nyata
terhadap berat basah dan berpengaruh nyata terhadap luas daun dan berat kering
bibit, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi dan jumlah daun bibit kelapa
sawit di pre nursery. Penggunaan limbah padat hingga dosis 20 ton/ha masih
meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah dan luas daun, serta berat basah dan
berat kering bibit, sedangkan pemberian pupuk urea dengan konsentrasi 2
gram/liter air dapat menghasilkan jumlah daun, luas daun, berat basah dan berat
kering bibit yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ginting, J. 1975. Bercocok Tanam
Kelapa Sawit dan Pengolahan Hasilnya. S.P.M.A. Medan.
Lubis, A.U. 1985. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian
Perkebunan. Marihat-Bandar Kuala. Pematang Siantar. Sumatera Utara.
Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk
Akar. Jenis dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta .
Murbandono, L. 1990. Membuat
Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pahan, I.
2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta .
Rinsema, W. T. 1988. Pupuk dan
Cara Pemupukan. Karya Aksara. Jakarta.
Setyamidjaja,
D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar