Minggu, Januari 22, 2012

Beberapa saran dan kebijakan yang inovatif untuk penggunaan lahan





Ada beberapa saran untuk lahan kebijakan yang menggunakan beberapa prinsip-prinsip ekonomi. Selanjutnya kita secara singkat membahas dua ini.

perubahan-perubahan pada lelang/ jual  wilayah
Ahli  ekonomi marion clawson arqgued sepanjang aris berikut masyarakat telah membuat semakin berharga hak untuk menggunakan tanah di perkotaan menggunakan intensif, seperti ini adalah komunitas yang menciptakan pertumbuhan permintaan tanah. di wilayah seperti menggunakan dan komunitas yang menciptakan aktivitas yang berharga hak untuk jadi menggunakan tanah. keinginan untuk mengubah yang lebih intensif pengembang menggunakan tanah untuk menemukan orang yang tepat untuk melakukan hal yang sangat berharga dan saya akan menjadi orang yang bersedia untuk membayar untuk apa di dalam sebuah pasar yang lebih lama lagi jika mereka tidak ada yang bisa mendapatkan hal ini melalui proses politik yang benar.

sesuai dengan kebutuhan tersebut , clawson mengusulkan bahwa penempatan dilakukan pihak berwenang , setelah memutuskan mana yang harus menjadi tanah yang tunduk pada perubahan dan penetapan wilayah variances yang akan di jual hak asasi jadi yang dibuat untuk penawar tertinggi . implementasi seperti sebuah proposal yang akan memiliki efek fllowing . karena adanya pembatasan operasi yang santai di bagian dari mekanisme harga , di pasar dalam negeri yang akan cenderung untuk menjadi lebih efisien , dan bersifat intertemporally . mungkin Daerah itu akan menjadi lebih tertarik untuk menggunakan yang dinilai yang tertinggi. Aktivitas spekulasi tanah akan menjadi kurang menguntungkan, karena kelebihan ekonomi yang arses dari perubahan dalam hak-hak yang berkaitan dengan penggunaan lahan akan arus sebagian besar untuk pemerintah lokal yang melakukan pelelangan dan mengumpulkan uang dalam jumlah tawaran. Dengan cara ini, beberapa jelas ketidakadilan yang dihasilkan dari penepatan wilayah akan dihilangkan, atau untuk di korupsi bersama dengan sebagian besar insentif pada bagian dari daerah otoritas.

Proposal ini adalah belum akan dilaksanakan dalam yurisdiksi, mungkin karena bertentangan dengan beberapa sangat tertanam poltical tradisi, dan mungkin karena tanah para spekulan dan pengembang luar biasa efektif lobi yang dilakukan dan lebih suka bisnis-seperti-biasa dari pada usulan clawson .

Pemindahan hak pengembangan, usulan pengembangan dipindahtangankan yang tepat yang bertujuan untuk menampung tekanan yang lebih intensif perkembangan yang timbul dari pertumbuhan populasi dan kemajuan ekonomi sementara untuk menyediakan pelestarian lingkungan alami dibangun dianggap layak pelestarian dan pada saat yang sama menghilangkan system yang tidak adil pengobatan yang berbeda  pemilik tanah . penempatan yang biasa untuk mencegah perkembangan di dataran banjir , daerah pertanian , dan daerah sejarah atau makna arsitektur sering ditolak oleh landowners di daerah daerah , karena akan menyita prospek mereka untuk keuntungan dari penggunaan tanah konversi sementara meningkatkan keuntungan prospek dari landowners di daerah lain. Pengamat. independen dapat juga melihat kesenjangan dalam susunan tersebut . pembangunan yang benar adalah proposal yang dialihkan pada hal ini bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan dan dengan demikian penerimaan politik yang meningkat dari proposal untuk memelihara karakter dari daerah itu yang dianggap layak untuk kelangsungan hidup .

pengembangan dapat dipindahtangankan dengan benar proposal terbaik dikonseptualisasikan sebagai penetapan wilayah, namun salah satu yang meningkatkan cakupan untuk pasar tingkah laku . dalam kasus yang paling sederhana , penempatan di wilayah yurisdiksi mereka yang berwenang yang terbagi menjadi dua zona : suatu wilayah di mana daerah yang intensif perkembangan ini  menjadi terkonsentrasi (disebut daerah pengembangan), dan suatu wilayah di mana saat ini penggunaan tanah itu adalah yang akan terus berlanjut (disebut wilayah  perpindahan). Hak-hak perkembangan dipindahtangankan akan dibuat dan didistribusikan di antara pemilik tanah di zona kedua. Dasar untuk distribusi awal perkembangan dipindahtangankan yang tepat masalah pertentangan yang sama, tetapi solusi yang mungkin adalah bahwa setiap pemilik tanah akan menerima satu dipindahtangankan pengembangan untuk setiap $ 10,000 dinilai penilaian tanah dia memiliki dalam zona baik. Jadwal yang berkaitan jumlah dipindahtangankan pengembangan yang tepat dengan intensitas yang diusulkan dalam pengembangan perkembangan individu yang akan menjadi wilayah penempatan yang didirikan oleh pemerintah yang berwenang .

Di amerika serikat. pembangunan yang dipindahtangankan  proposal telah diterapkan di sejumlah daerah .  yang terkait dengan implementasi dari pelestarian lingkungan yang bersejarah dan  daerah pantai, tapi tampaknya memiliki potensi untuk implementasi yang lebih luas di masyarakat yang ingin mengontrol pola dan arah pembangunan yang intensif. Dalam sebuah penelitian yang hipotetis pelaksanaan simulasi dipindahtangankan pengembangan yang tepat (penggunaan tanah di sekitar sebuah persimpangan jalan bebas hambatan), sejumlah potensi kesulitan yang diidentifikasi. Namun, penulis studi cepat untuk menyarankan bahwa hasil mereka harus ditafsirkan sebagai mengidentifikasi daerah yang membutuhkan studi lanjutan dan hati-hati dalam perencanaan, melainkan sebagai menawarkan alasan untuk meninggalkan proposal  yzng benar dalam pembangunan yang dipindahtangankan.

Sedangkan di Indonesia Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan pertanian belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah sudah banyak dibuat. Setidaknya ada 10 peraturan/perundangan yang berkenaan dengan masalah ini.

Peraturan/perundangan terkait dengan alih-guna lahan pertanian

No
Peraturan/Perundangan

Garis besar isi, khususnya yang terkait dengan alih guna lahan pertanian
1
UU No.24/1992
Penyusunan RTRW Harus Mempertimbangkan Budidaya Pangan/SIT:
2
Kepres No.53/1989

Pembangunan kawasan industri, tidak boleh konversi SIT/Tanah Pertanian Subur:
3
Kepres No.33/1990

Pelarangan Pemberian Izin Perubahan Fungsi Lahan Basah dan Pengairan Beririgasi Bagi Pembangunan Kawasan Industri:
4
SE MNA/KBPN
410-1851/1994
Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Non
Pertanian Melalui Penyusunan RTR
5
SE MNA/KBPN
410-2261/1994
Izin Lokasi Tidak Boleh Mengkonversi Sawah Irigasi Teknis (SIT)
6
SE/KBAPPENAS
5334/MK/9/1994
Pelarangan Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis Untuk Non Pertanian
7
SE MNA/KBPN
5335/MK/1994
Penyusunan RTRW Dati II Melarang Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis
untuk Non Pertanian
8
SE MNA/KBPN
5417/MK/10/1994
Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan
9
SE MENDAGRI
474/4263/SJ/1994
Mempertahankan Sawah Irigasi Teknis untuk mendukung Swasembada
Pangan.
10
SE MNA/KBPN 460-
1594/1996
a. Mencegah Konversi Tanah Sawah dan Irigasi Teknis Menjadi Tanah
Kering:


Menurut Nasoetion (2003) Namun demikian, implementasinya tidak efektif karena tidak didukung oleh data dan sikap proaktif yang memadai. Tiga kendala mendasar yang menjadi alas an peraturan pengendalian konversi lahan sulit dilaksanakan yaitu: (i) Kebijakan yang kontradiktif; (ii) Cakupan kebijakan yang terbatas; (iii) Kendala konsistensi perencanaan

Penyebab pertama, kebijakan yang kontradiktif terjadi karena di satu pihak pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi, tetapi di sisi lain kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan sektor non pertanian lainnya justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan-lahan pertanian. Yang kedua, cakupan kebijakan yang terbatas. Peraturan-peraturan tersebut di atas baru dikenakan terhadap perusahaanperusahaan/badan hukum yang akan menggunakan tanah dan/atau akan merubah tanah pertanian ke non pertanian. Perubahan penggunaan tanah sawah ke non pertanian yang dilakukan secara individual/peorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan tersebut. Padahal perubahan fungsi lahan yang dilakukan secara individual secara langsung diperkirakan cukup luas. Kendala konsistensi perencanaan disebabkan karena Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dilanjutkan dengan mekanisme pemberian ijin lokasi adalah instrumen utama dalam pengendalian untuk mencegah terjadinya konversi lahan sawah beririgasi teknis. Dalam kenyataannya banyak RTRW yang justru merencanakan untuk mengkonversi tanah sawah beririgasi teknis menjadi non pertanian. Dari data Direktorat Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional menunjukkan seandainya arahan RTRW yang ada pada saat ini tidak ditinjau kembali, maka dari total lahan sawah beririgasi (7,3 juta hektar), hanya sekitar 4,2 juta hektar (57,6 %) yang dapat dipertahankan fungsinya. Sisanya, yakni sekitar 3,01 juta hektar (42,4 %) terancam teralihfungsikan ke penggunaan lain (Winoto, 2005). Data terakhir dari Direktorat Pengelolaan Lahan, Departemen Pertanian (2005) menunjukkan bahwa sekitar 187.720 hektar sawah terkonversi ke penggunaan lain setiap tahunnya, terutama di Jawa. Kelemahan lain dalam peraturan perundangan yang ada yaitu : (i) Objek lahan pertanian yang dilindungi dari proses konversi ditetapkan berdasarkan kondisi fisik lahan, padahal kondisi fisik lahan relatif mudah direkayasa, sehingga konversi lahan dapat berlangsung tanpa melanggar peraturan yang berlaku; (ii) Peraturan yang ada cenderung bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas, baik besarnya sanksi maupun penentuan pihak yang dikenai sanksi; (iii) Jika terjadi konversi lahan pertanian yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku sulit ditelusuri lembaga yang paling bertanggung jawab untuk menindak karena ijin konversi adalah keputusan kolektif berbagai instansi. (Simatupang dan Irawan, 2002).
Selain itu dua faktor strategis lain adalah pertama, yang sifatnya fundamental adalah petani sebagai pemilik lahan dan pemain dalam kelembagaan lokal belum banyak dilibatkan secara aktif dalam berbagai upaya pengendalian alih fungsi. Kedua, belum terbangunnya komitmen, perbaikan sistem koordinasi, serta pengembangan kompetensi lembaga-lembaga formal dalam menangani alih fungsi lahan pertanian. Beberapa kelemahan dan keterbatasan tersebut di atas telah menyebabkan instrument kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang selama ini telah disusun tidak dapat menyentuh secara langsung simpul-simpul kritis yang terjadi di lapangan.

Minggu, Januari 15, 2012

TEKNIK PENANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN LUBANG BESAR DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq)


TEKNIK PENANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN LUBANG BESAR  DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq)


Hasil Laporan PKL
Muhammad Alqamari
Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiya Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di PTPN 3 Kebun Rambutan pada bulan Agustus 2007, yaitu pada kegiatan praktek kerja lapangan. Kelapa sawit merupakan komoditi ungulan non-migas bagi pemerintah Indonesia. Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit diperlukan pola tanam yang dapat meningkatkan produksi kelapa sawit yaitu dengan teknik penanaman kelapa sawit dengan lubang besar dan juga pemberian tandan kosong kelapa sawit. Yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Varietas unggul kelapa sawit adalah varietas Dura sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Varietas unggul hasil persilangan antara lain: Dura Deli Marihat (keturunan 434B x 34C; 425B x 435B; 34C x 43C), Dura Deli D. Sinumbah, Pabatu, Bah Jambi, Tinjowan, D. Ilir (keturunan 533 x 533; 544 x 571), Dura Dumpy Pabatu, Dura Deli G. Bayu dan G Malayu (berasal dari Kebun Seleksi G. Bayu dan G. Melayu), Pisifera D. Sinumbah dan Bah Jambi (berasal dari Yangambi), Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun), Pisifera SP 540T (berasal dari Kongo dan ditanam di Sei Pancur).
Kata kunci : lubang besar, kelapa sawit, produksi

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diusahakan secara komersial di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah lain dengan skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Di Brasilia, tanaman ini dapat ditemukan tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai (Pahan, 2007).
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia, namun proyeksi ke depan memperkirakan bahwa pada tahun 2009 Indonesia akan menempati posisi pertama (Anonim, 2008). Sedangkan menurut Ginting (1975), kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah salah satu dari palma yang menghasilkan lemak untuk tujuan komersil. Minyak sawit ini diperoleh dari pericarp (daging buah) dan dari inti biji yang disebut minyak inti sawit. Dari sekian banyak tanaman penghasil lemak atau minyak, kelapa sawit memberikan hasil terbanyak dan memiliki kadar kolestrol yang rendah.
Perkebunan kelapa sawit salah satu agribisnis yang cukup besar dan mempunyai pasar yang sangat baik di dunia karena hasil produksinya merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat (minyak makan). Perkebunan kelapa sawit Indonesia merupakan perkebunan nomor dua besar di Asia setelah Malaysia. Produksi sawit Asia merupakan terbesar di dunia dan sebagian besar dikelola oleh PTPN maupun swasta, bahkan banyak juga kebun masyarakat dan perkebunan sawit ini telah mulai lebih kurang dua puluh lima tahun yang lalu, mulai dari bibit sawit sampai kepada pabrik minyak (Darmawansyah,2008)
Akar tanaman kelapa sawit menyebar secara vertikal dn horizontal mengikuti perkembangan umur tanaman. Penyebaran akar tanaman umumnya dapat mencapai kedalaman 1-2 cm pada tanah bertektur pasir dapat mencapai kedalaman 5 m (4). Perkembangan akar pada dasarnya ditentuhkan oleh dua faktor yaitu energi yang tersedia dalam tubuh tanaman dan keadaan lingkungan tempat tumbuhnya. Besar kecilnya fotosintesis dan repirasi menentuhkan faktor kedua meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Perkembangan akar sangat  menentuhkan kemampuan tanaman dalam penyerapan hara didalam tanah. Khususnya akar tersier dan kwanter yang berperan aktif dalam penyerapan hara yang yang disebut feeding roots. Diameter akar tersier umumnya kurang lebih 0,2-1,2 mm. Dengan mangkin lebarnya ruang garak perakaran berarti akar memberikan  kemungkinan yang lebih besar kepada akar untuk mendapatkan hara dalam tanah.
Penanaman kelapa sawit pada tanah mineral biasanya merupakan lubang tanam dengan cm ukuran panjang 60 cm x lebar 60 cm x kedalaman 60 cm. Dengan sistem ini tampaknya perkembangan akar kurang bebas jika struktur tanah gembur maka n dapatperkembangan akar akan cukup bebas dn dapat mencapai kedalaman yang cukup dalam. Dan untuk mengatasi tanah yang pejal maka dilakukan sistem tanam dengan lubange besar dengan ukuran 1. Ukuran lubang biasa : (0,6 x 0,6 x 0,6) m, 2. Ukuran lubang besar : lubang I : (3,6 x 3,6 x 0,5) m, lubang II: (1,2 x 1,2 x 1,2) m 3. Ukuran lubang besar modifikasi: lubang I: (2,8 x 2,8 x 0,3 ) m lubang II:  (0,8 x 0,8 x 0,8) m atau lubang tanam dibuat dengan lubang I: (1,8 x 1,8 x 0,3) m dan lubang II: (0,8 x 0,8 x 0,8). Dengan penambahan tandan kosong kelapa sawit (TKS) disertai dengan pupuk dapat meningkatkan produksi kelapa sawit.
Kemampuan lahan dalam penyediaan unsur hara secara terus-menerus bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit yang berumur panjang sangatlah terbatas. Kertebatasan daya dukung lahan dalam penyediaan hara harus diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pemupukan.
            Usaha meningkatkan produksi kelapa sawit di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai usaha, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Dalam hal ini pembibitan merupakan usaha permulaan keberhasilan tanaman, bibit yang dikelola dengan baik diharapkan akan mganebannghasilkan pertumbuhan bibit yang baik, sehat dan berproduksi tinggi. Bibit yang sehat akan mempunyai perakaran tanaman yang baik dan kuat yang dapat mengambil unsur hara tanaman dari dalam tanah dengan baik pula. Untuk ketersedian unsur hara di dalam tanah, maka perlu dilakukan pemupukan dengan dosis dan cara pemberian yang tepat (Rinsema, 1988).
Selain itu juga usaha meningkatkan produksi kelapa sawit di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai usaha, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Dalam hal ini teknik penanaman kelapa sawit dari awal penanaman juga sangat mempengaruhi hasil produksi kelapa sawit. Selain itu pemberian tandan kosong sawit (TKS)  juga sangat mempengaruhi produksi kelapa sawit hal ini menurut Darmasarkoro, et al (2000) meneliti pengaruh TKS terhadap sifat tanah, dan pertumbuhan tanaman jagung mendapatkan bahwa pemberian TKS dapat meningkatkan kesuburan tanah yaitu meningkatkan pH,K, Mg dapat dipertukarkan dan KTK tanah.
Selain itu juga menurut (Darmosarkoro, et al, 2000). Tandan kosong sawit TKS merupakan bahan organik yang pontesial digunakan sebagai bahan pembenah tanah, baik sebagai bahan kasar pembuatan kompos maupun ditinjau dari jumlahnya yang banyak. Sedangkan menurut Herawan, et al (1999). TKS mengandung : 0,029% P; 2,91% K; 0,62% Ca; 0,48% Mg; 32,77% C; 2,04% N, C/N 16,06 kadar air 52%. Selain itu juga Ia menambahkan TKS merupakan bahan organic yang pontesial digunakan sebagai bahan pembenah tanah, baik sebagai bahan kasar pembuatan kompos maupun ditinjau dari jumlahnya yang banyak.
Tanah yang diaplikasikan  TKS dapat meningkatkan Ph tanah dari 5,79 menjadi 6,63 bila diberi TKS. TKS juga dapat meningkatkan kadar C organik tanah,TKS juga dapat meningkatkan kadar N total tanah, peningkatan tertinggi terjadi bihainasi la dikombinasikan hanya dengan 50% pupuk standar (pupuk anorganik), meningkatkan kadar K tukar tanah ( Munar, 2006).
Perumusan Masalah
            Kelapa sawit merupa komoditi andalan indonesia untuk meningkatkan devisa nonmigas. Produksi kelapa swit yang sekarang diproduksi kurang maksimal bila dimandingkan dengan negara tetangga terutama malaysia. Ini disebabkan budidaya penanaman kelapa sawit kurang diperhatikan. Pola tanam kelapa sawit yang selama ini dilakukan dengan menanam pada lubang kecil dan tanpa pemberian pupuk organik. Selain itu penanaman kelapa sawit dengan lubang biasa produktifitasnya lama hingga 36 bulan.
            Hilangnya pupuk yang diberikan sering kali hilang karena terbawah air dengan teknik penanaman dengan lubang besar, daerah tebar pupuk tersedia, sehingga kehilangan pupuk relatif lebih kecil. Kelapa sawit merupakan tanaman yang memerukan air yang banyak  untuk menjaga ketersedian air, tandan kosong sawit mampu menyerap air.
Tujuan 
            Dengan  teknik lubang besar deharapkan mampu meningkatkan produksi dan memperpendek masa tanaman belum menghasilkan (TBM) dari 36 bulan menjadi 24 bulan, sehingga akan mengurangi masa investasi.

Hasil Penelitian
Tabel 1. Produktivitas kelapa sawit dengan lubang besar
Tahun
Produktivitas (Kg/ha)
1999
9.676
2000
15.838
2001
19.818
2002
21.673
2003
25.266
2004
24.185
2005
26.767
2006
24.762
2007 (RKAP)
27.000
 Sumber. PTPN3 Kebun Rambutan Tebing Tinggi

Grafik Perbandingan Produktifitas (Kg/ha) Pola Tanam
Lubang besar VS Lubang Bi
















Sumber. PTPN3Kebun Rambutan Tebing Tinggi



Pembahasan

Pembukaan lahan (Land Clearing) adalah tahapan kegiatan awal dalam usaha perkebunan kelapa sawit. Sebelum perkerjaan Land Clearing dilaksanakan , semua areal baik TB, TU dan TK terlebih dahulu dilaksanakan survai pendahuluan berupa ritisan pengukuran areal, situasi vegetasi dan tofografi lahan. Dari hasil survai pendahuluan akan dapat dipakai sebagai dasar untuk penyesuaian jadwal kerja, persiapan kebutuhan alat/bahan maupun biaya operasionalnya. Jenis vegetasi diklasifikasikan berupa hutan primer, sekunder, semak belukar dan lalang.
            Land Clearing sebenarnya bertujuan untk membersihkan areal semaksimalnya, sehingga cara yang lebih muda dan murah biaya setelah penumbangan akan dibakar sampai menjadi abu. Akan tetapi segala jenis pembakaran dilarang keras oleh pemeretah sesuai dengan surat keputusan Dirjen. Perkebunan Nomor :P 38/KB.110/SK/DJ.Bun/05.95, yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan dan masyrakat.
Luas areal penanaman kelapa sawit dengan lubang besar di PTPN3 seluas 54,80 ha. Dengan jarak tanam 9,09 m x 8,33 m (132 pohon/ha), penanaman kelapa sawit dengan lubang besar terlebih dahulu lahan diolah tanpa olah tanah (TOT) kemudian pembuatan lubang dibuat dengan implementasi lapangan yaitu: 1. Ukuran lubang biasa : (0,6 x 0,6 x 0,6) m, 2. Ukuran lubang besar : lubang I : (3,6 x 3,6 x 0,5) m, lubang II: (1,2 x 1,2 x 1,2) m 3. Ukuran lubang besar modifikasi: lubang I: (2,8 x 2,8 x 0,3 ) m lubang II:  (0,8 x 0,8 x 0,8) m atau lubang tanam dibuat dengan lubang I: (1,8 x 1,8 x 0,3) m dan lubang II: (0,8 x 0,8 x 0,8) m.
Pembuatan lubang dilakukan dengan cara yaitu tanah top soil (3,6 x 3,6 x 0,5) m diorek dan ditempatkan disebelah timur lubang dan tanah sub soil disebelah barat lubang, tkemudian tanah dibiarkan selama 21 hari, tanah top soil diisi ke dalam lubang ukuran (1,2 x 12, 1,2) dengan pemperian pupuk dengan dosis pupuk per lubangnya yaitu pupuk Rock Phosphate (RP) : 2 kg/ pohon sedangkan tandan kosong kelapa sawit 300 – 350 Kg/pohon/tahun atau 100 kg kompos/pohon/tahun setelah penanaman.
Pertumbuhan awal tanaman di lapang sangat menentukan pertumbuhan selanjutnya. Pembuatan lubang tanam bertujuan mempercepat pertumbuhan bibit pada fase awal, sehingga tanaman tumbuh kekar dan kuat menghadapi cekaman lingkungan. Menurut Pahan (2007) Pembuatan lubang tanam dapat dilakukan secara manual dan mekanis.  Sistem tanam yang diajurkan yaitu membuat lubang tanam 1 bulan sebelum tanam. Hal ini berujuan untuk mengurangi kemasaman tanah dan mengontrol ukuran lubang yang dibuat. Pengontrolan ukuran ini perlu dilakukan karena ukuran lubang merupakan salah satu aspek penting dalam perkebunan kelapa sawit. Selain untuk meletakkan bibit di lapangan, pembuatan lubang tanam juga bertujuan untuk menggemburkan struktur tanah sehingga penyerapan unsur hara yang diberikan (pupuk) menjadi lebih cepat dan mudah tersedia bagi tanaman.
Selain itu juga dampak teknis dari pembuatan lubang besar yaitu kerukan sedalam 30 – 50 cm, merupakan suatu penompang yang dapat menahan air hujan, daerah tebar pupuk tersedia, sehingga kemungkinan kehilangan pupuk relatif kecil, dengan lubang tanam yang seluruhnya diisi dengan top soil, sehingga akar tumbuh lebih cepat, pengapan air tanah berkurang selain itu juga adanya tambahan unsur hara dari tandan kosong/kompos akan menambah pertumbuhan tanaman. Menurut Munar (2006), tanah yang diaplikasikan kompos TKS meningkat pH nya dari 5,79 menjadi 6, 63 bila diberi kompos TKS selain itu kompos TKS juga dapat meningkatkan  C organic tanah.
Dari grafik dapat dilhat bahwa produksi kelapa sawit lebih tinggi bila dibandingkan dengan pola tanam biasa. Hal ini menujukan bahwa pengunaan pola tanam dengan lubang besar sangatlah efektif  selain itu juga pemberian TKS juga sangat mempengaruhi produksi kelapa sawit dimana TKS mampu memberikan bahan organik tanah.

Kesimpulan
            Penanaman kelapan sawit dengan lubang besar dapat meningkatkan produksi kelapa sawit, pemberian TKS juga sangat mempengaruhi produksi kelapa sawit karena pengunaan lubang besar dan pemberian TKS dapat miningkatkan kesuburan tanah

Daftar pustaka
Darmansyah, 2008. Value Engineering  Perkebunan  Kelapa Sawit. PT. Nan Tembo Consultant
Ginting, J. 1975. Bercocok Tanam Kelapa Sawit dan Pengolahan Hasilnya. S.P.M.A. Medan.
Munar, A. 2008. Pemberian Kompos TKS Plus dan Efisiensi Pupuk Organik dalam Meningkatkan Produksi Kedelai (Glycine max L). J. Agrium (submitted).
Rinsema, W. T. 1988. Pupuk dan Cara Pemupukan. Karya Aksara. Jakarta.
Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jacq) PADA PEMBIBITAN AWAL MELALUI PEMBERIAN LIMBAH PADAT TEH DAN PUPUK UREA


MENINGKATKAN PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT  (Elaeis Guineensis Jacq) PADA PEMBIBITAN AWAL MELALUI PEMBERIAN LIMBAH PADAT TEH DAN PUPUK UREA

ABSTRAK

Penelitian ini dirancang menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan limbah padat teh sebagai faktor perlakuan pertama dan pupuk urea sebagai faktor perlakuan kedua.  Faktor Perlakuan limbah padat teh terdiri atas tiga taraf yaitu perlakuan kontrol (0 ton/ha) yang dinotasikan sebagai L0, taraf 10 ton/hektar setara 75 gram/polibeg (L1) dan taraf 20 ton/ha setara 150 gram/polibeg (L2).  Sedangkan faktor perlakuan pupuk urea terdiri atas 4 taraf yaitu 0 gram/liter air (U0), 1 gram/liter air (U1), 2 gram/liter air (U2), dan 3 gram/liter air (U3).  Seluruh unit percobaan diulang sebanyak 3 kali, sehingga seluruh unit percobaan berjumlah 36 unit percobaan.  Masing-masing unit percobaan terdiri dari lima tanaman yang kelima tanaman digunakan dalam pengambilan data. Berdasarkan hasil analisis data secara statistik dengan metode sidik ragam, uji beda rata-rata, analisis regresi dan korelasi dapat diketahui bahwa hingga dosis 20 ton/hektar (150 gram/polibeg) pemberian limbah padat teh masih menunjukkan adanya peningkatan hasil,  baik pada pertumbuhan tinggi bibit umur 8, 10 dan 12 MST, dan luas daun. Sedangkan pada perlakuan pupuk urea telah diperoleh konsentrasi aplikasi untuk pengamatan jumlah daun, luas daun tanaman dengan konsentrasi rata-rata 2 gram/liter air.  Kombinasi perlakuan terbaik diperoleh pada L2U2, yaitu dosis 20 ton limbah padat teh/hektar (150 gram/polibeg) dengan konsentrasi aplikasi urea 2 gram/liter air.
Kata Kunci : Urea, limbah teh, Kelapa sawit.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diusahakan secara komersial di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah lain dengan skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika dan Amerika Selatan, tepatnya Brasilia. Di Brasilia, tanaman ini dapat ditemukan tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai (Pahan, 2007).
            Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah salah satu dari palma yang menghasilkan lemak untuk tujuan komersil. Minyak sawit ini diperoleh dari pericarp (daging buah) dan dari inti biji yang disebut minyak inti sawit. Dari sekian banyak tanaman penghasil lemak atau minyak, kelapa sawit memberikan hasil terbanyak dan memiliki kadar kolestrol yang rendah (Ginting, 1975).
            Usaha meningkatkan produksi kelapa sawit di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai usaha, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Dalam hal ini pembibitan merupakan usaha permulaan keberhasilan tanaman, bibit yang dikelola dengan baik diharapkan akan menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik, sehat dan berproduksi tinggi. Bibit yang sehat akan mempunyai perakaran tanaman yang baik dan kuat yang dapat mengambil unsur hara tanaman dari dalam tanah dengan baik pula. Untuk ketersedian unsur hara di dalam tanah, maka perlu dilakukan pemupukan dengan dosis dan cara pemberian yang tepat (Rinsema, 1988).
             Pembibitan kelapa sawit merupakan tindakan kultur teknis yang paling awal dilakukan di dalam usaha pengembangan budidaya perkebunan. Adapun tujuan utama dari pembibitan adalah untuk mempersiapkan bibit yang sehat, jagur dan baik. Karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penentu dari keberhasilan di lapangan dan untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik. Pembibitan kelapa sawit dapat dilaksanakan dengan dua cara. Cara pertama dengan dua tahap, yaitu melalui dederan (Pre nursery) dan kemudian pembibitan utama (Main nursery), dan cara kedua hanya satu tahap yaitu langsung ke pembibitan tanpa melalui pendederan terlebih dahulu (Lubis, 1985 ; Setyamidjaja, 1991).
            Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan pada manusia. Pupuk digunakan untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Pupuk yang beredar saat ini bermacam-macam jenis, berdasarkan aplikasinya ada dua jenis pupuk, yaitu pupuk akar dan pupuk daun. Keuntungan pemberian pupuk melalui daun adalah lebih jauh cepat diserap tanaman hingga juga hasilnya lebih cepat kelihatan dari pada pupuk akar (Marsono dan Sigit, 2002).
Menurut Dolly (2004), bahwa perlakuan pupuk urea berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, total luas daun, berat tanaman/sample, berat basah/tanaman dan berat kering per tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan berat tanaman/plot tanaman selada.
Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik teh tersedia dalam jumlah besar sepanjang tahun. Limbah tersebut sebagian besar belum dimanfaatkan, pada hal mengandung unsur penting yaitu N, K, Mg, Ca dan S. Limbah sebagai bahan organik dapat dikembalikan ke lahan perkebunan teh untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan limbah teh padat mengadung C-organik 5,23 %, N-total 0,11 % dan P tersedia 125 ppm. Limbah teh padat sebagai bahan organik dapat dimanfaatkan bila telah mengalami dekomposisi melalui proses dekomposisi unsur hara yang terdapat dalam bahan organik akan dapat dimanfaatkan tanaman karena telah mengalami mineralisasi dan memiliki nilai C/N 10 – 12 (Murbandono, 1990).
Rumusan masalah
            Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik teh tersedia dalam jumlah besar sepanjang tahun. Limbah tersebut sebagian besar belum dimanfaatkan sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain itu juga limbah yang dihasilkan akan menambah beban penggolahan. Limbah teh padat sebagai bahan organik dapat dimanfaatkan bila telah mengalami dekomposisi melalui proses dekomposisi unsur hara yang terdapat dalam bahan organik akan dapat dimanfaatkan tanaman karena telah mengalami mineralisasi dan memiliki nilai C/N 10 – 1.
Pembibitan kelapa sawit merupakan tindakan kultur teknis yang paling awal dilakukan di dalam usaha pengembangan budidaya perkebunan. Adapun tujuan utama dari pembibitan adalah untuk mempersiapkan bibit yang sehat, jagur dan baik. Karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penentu dari keberhasilan di lapangan dan untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik.
Tujuan
Dengan pemberian limbah teh dan pupuk urea diharapkan meberikan bibit yang sehat, jagur dan baik. Sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi yang baik.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
            Bahan yang digunakan adalah kecambah kelapa sawit persilangan D x P yang diperoleh dari Pusat Penelitian Perkebunan Kelapa Sawit Medan, Tanah top soil, Waste tea, Urea, Polibeg hitam ukuran 14 cm x 22 cm tebal 0,07 mm – 0,1 mm, Insektisida, fungisida, dan air. Alat yang digunakan adalah cangkul, parang babat, meteran, rol, gembor, handsprayer, kalkulator dan alat tulis lainnya, papan judul dan papan perlakuan.
Metode Penelitian
            Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang diteliti yaitu :
1. Faktor pemberian Limbah padat teh (L) dengan tiga taraf perlakuan :
L0 = Tanpa limbah padat teh (kontrol), L1 = Limbah padat teh 10 ton / ha ( 75 g/polibeg ), L2 = Limbah padat teh 20 ton / ha ( 150 g/polibeg )
2. Faktor pemberian pupuk Urea (U) dengan empat taraf perlakuan :
U0 = 0 gr/liter air, U1 = 1 gr/liter air, U2 = 2 gr/liter air, U3 = 3 gr/liter air
Setiap kombinasi diulang 3 kali per plot per ulangan percobaan ini disusun dengan mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial. Parameter yang diamati adalah : Tinggi tanaman (cm), Jumlah daun (helai), Total luas daun (cm2), Berat kering bibit (kg).



HASIL PENELITIAN
Tinggi Bibit (cm)
Berdasarkan hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa tinggi bibit menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat dan pemupukan urea, sehingga dengan teknik analisis regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar  = 21,267 + 0,093L dengan r = 0,99 dan  = 21,122 + 0,717U dengan r = 0,86.  Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat digambarkan kurva respon pertumbuhan tinggi bibit terhadap pengaruh pemberian limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 1 dan 2 berikut di bawah ini :

Text Box: Tinggi Bibit (cm) 

                         = 21,267 + 0,093L
                                                                                             r = 0,99



Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 1.           Respon Tinggi Bibit Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh Pada Pengamatan Umur 12 mst

Text Box: Tinggi Bibit (cm)Pada Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa tinggi bibit mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh.  Pertambahan tinggi bibit menunjukkan pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,99 dan koefisien regresi sebesar 0,093.  Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan sebanyak 1 ton bahan limbah padat teh per hektar luas lahan akan menambah tinggi bibit sebesar 0,093 cm.



                                                                              = 21,122 + 0,713U
                                                                                                   r = 0,86


Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 2.           Respon Tinggi Bibit Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada Pengamatan Umur 12 mst

Pada Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa tinggi bibit mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya konsentrasi pemberian pupuk urea.  Seperti halnya dengan penambahan dosis limbah padat teh, pertambahan tinggi bibit akibat penambahan konsentrasi pemupukan urea juga menunjukkan pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,86 dan koefisien regresi sebesar 0,717.  Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan konsentrasi sebesar 1 gram pupuk urea per liter air sebagai pelarut akan menambah tinggi bibit sebesar 0,717 cm.
Jumlah Daun (helai)
Berdasarkan hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa jumlah daun menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan terhadap pemberian pupuk urea, jumlah daun menunjukkan respon kuadratik terhadap penambahan konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar  = 3,715 + 0,0075L dengan r = 0,99 dan  = 3,681 + 0,201U – 0,055U2 dengan R2 = 0,92.  Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat digambarkan kurva respon pertumbuhan jumlah daun terhadap pengaruh pemberian limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 3 dan 4 berikut di bawah ini:
Text Box: Jumlah Daun (helai)





                                                                         = 3,715 + 0,0075L
                                                                                             r = 0,99

Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 3.           Respon Jumlah Daun Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh Pada Pengamatan Umur 12 mst

Pada Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa jumlah daun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh.  Pertambahan jumlah daun menunjukkan pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,99 dan koefisien regresi sebesar 0,0075.  Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan sebanyak 1 ton lahan limbah padat teh per hektar luas lahan akan menambah jumlah daun sebesar 0,0075 helai.



Text Box: Jumlah Daun (helai) 



                                                               = 3,681 + 0,201U – 0,055U2
                                                                                                 R2 = 0,92

Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 4.           Respon Jumlah daun Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada Pengamatan Umur 12 mst

Pada Gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa jumlah daun mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya konsentrasi pemberian pupuk urea, namun hingga konsentrasi di atas 1,8 g/liter air, penambahan konsentrasi pemberian pupuk urea cenderung memberi pengaruh negatif.  Pertambahan jumlah daun menunjukkan pola respon kuadratik positif dengan koefisien determinasi sebesar 0,92 dan koefisien regresi sebesar 0,201U dan -0,055U2.
Luas Daun (cm2)
Berdasarkan hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa luas daun menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan terhadap pemberian pupuk urea, jumlah daun menunjukkan respon kuadratik terhadap penambahan konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar  = 42,3 + 0,217L dengan r = 0,97 dan  = 39,35 + 7,8855U – 1,9175U2 dengan R2 = 0,8907.  Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat digambarkan kurva respon pertumbuhan luas daun terhadap pengaruh pemberian limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 5 dan 6 berikut di bawah ini :
Text Box: Luas Daun (cm2)




                           = 42,3 + 0,2174L
                                                                                             r = 0,97


Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 5.           Respon Luas Daun Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh Pada Pengamatan Umur 12 mst

Text Box: Luas Daun (cm2)Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa luas daun mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh.  Pertambahan luas daun menunjukkan pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,97 dan koefisien regresi sebesar 0,217.  Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan sebanyak 1 ton lahan limbah padat teh per hektar luas lahan akan menambah luas daun sebesar 0,217 cm2.




                                                           = 39,35 + 7,8855U – 1,9175U2
                                                                                                 R2 = 0,89


Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 6.           Respon Luas Daun Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada Pengamatan Umur 12 mst

Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa jumlah daun mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis pemberian pupuk urea, namun hingga konsentrasi 2 g/liter air, penambahan konsentrasi pemberian pupuk urea cenderung memberi pengaruh negatif.  Pertambahan luas daun menunjukkan pola respon kuadratik positif dengan koefisien determinasi sebesar 0,89 dan koefisien regresi sebesar 7,8855U dan -1,9175U2.
Berat Basah Bibit (gram)
Text Box: Berat Basah Bibit (gram)Berdasarkan hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa luas daun menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan terhadap pemberian pupuk urea, berat basah bibit menunjukkan respon kuadratik terhadap penambahan konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar  = 5,4567 + 0,021L dengan r = 0,98 dan  = 5,0135 + 1,2585U – 0,3525U2 dengan R2 = 0,98.  Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat digambarkan kurva respon berat basah bibit terhadap pengaruh pemberian limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 7 dan 8 berikut di bawah ini :



                         = 5,4567 + 0,021L
                                                                                             r = 0,98

Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 7.           Respon Berat basah bibit Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh Pada Pengamatan Umur 12 mst

Gambar 7 di atas menunjukkan bahwa berat basah bibit mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh.  Pertambahan berat basah bibit menunjukkan pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,98 dan koefisien regresi sebesar 0,0021.  Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan sebanyak 1 ton lahan limbah padat teh per hektar luas lahan akan menambah berat basah bibit sebesar 0,0021 gram.
Text Box: Berat Basah Bibit (gram)







                                                         = 5,0135 + 1,2585U – 0,3525U2
                                                                                                 R2 = 0,98

Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 8.           Respon Berat Basah Bibit Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada Pengamatan Umur 12 mst

Gambar 8 di atas menunjukkan bahwa berat basah mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis pemberian pupuk urea, namun hingga konsentrasi lebih tinggi dari 1,78 g/liter air penambahan konsentrasi pemberian pupuk urea cenderung memberi pengaruh negatif.  Pertambahan berat basah bibit menunjukkan pola respon kuadratik positif dengan koefisien determinasi sebesar 0,98 dan koefisien regresi sebesar 1,2585U dan -0,3525U2.
Berat Kering Bibit (gram)
 Berdasarkan hasil pemilahan jumlah kuadrat rincian dapat diketahui bahwa berat kering bibit menunjukkan hubungan linier positif terhadap pemberian limbah padat, sedangkan terhadap pemberian pupuk urea, berat kering bibit menunjukkan respon kuadratik terhadap penambahan konsentrasi pupuk urea, sehingga dengan teknik analisis regresi dan korelasi dapat diperoleh persamaan regresi sebesar  = 1,1267 + 0,006L dengan r = 0,99 dan  = 1,0125 + 0,2625U – 0,0625U2 dengan R2 = 0,97.  Dengan persamaan tersebut selanjutnya dapat digambarkan kurva respon pertumbuhan berat



Text Box: Berat Kering Bibit (gram)kering bibit terhadap pengaruh pemberian limbah padat teh dan pupuk urea, seperti yang tersaji pada Gambar 9 dan 10 berikut di bawah ini:



                         = 1,1267 + 0,006L
                                                                                             r = 0,99


Dosis Pemberian Limbah Padat Teh (ton/ha)
Gambar 9.           Respon Berat kering bibit Terhadap Pemberian Limbah Padat Teh Pada Pengamatan Umur 12 mst

Text Box: Berat Kering Bibit (gram)Gambar 9 di atas menunjukkan bahwa berat kering bibit mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya dosis pemberian limbah padat teh.  Pertambahan berat kering bibit menunjukkan pola linier positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,99 dan koefisien regresi sebesar 0,006.  Hal ini berarti bahwa dari setiap penambahan sebanyak 1 ton bahan limbah padat teh per hektar luas lahan akan menambah berat kering bibit sebesar 0,006 gram.



                                                         = 1,0125 + 0,2625U – 0,0625U2
                                                                                                 R2 = 0,97


Konsentrasi Pemberian Urea (g/liter air)
Gambar 10.       Respon Berat Kering Bibit Terhadap Pemberian Pupuk Urea Pada Pengamatan Umur 12 mst

Gambar 10 di atas menunjukkan bahwa bahwa berat kering bibit mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya konsentrasi pemberian pupuk urea, namun hingga konsentrasi di atas 2,1 g/liter air, penambahan konsentrasi pemberian pupuk urea cenderung memberi pengaruh negatif.  Pertambahan berat kering bibit menunjukkan pola respon kuadratik positif dengan koefisien determinasi sebesar 0,97 dan koefisien regresi sebesar 0,2625U dan -0,0625U2.
KESIMPULAN
Pemberian pupuk limbah padat teh memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, jumlah daun, luas daun, berat basah bibit dan berat kering bibit di pre nursery. Pemberian pupuk urea memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit, luas daun, berat basah bibit dan berat kering bibit, dan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun bibit di pembibitan pre nursery. Interaksi pemberian limbah padat teh memberi pengaruh sangat nyata terhadap berat basah dan berpengaruh nyata terhadap luas daun dan berat kering bibit, namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi dan jumlah daun bibit kelapa sawit di pre nursery. Penggunaan limbah padat hingga dosis 20 ton/ha masih meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah dan luas daun, serta berat basah dan berat kering bibit, sedangkan pemberian pupuk urea dengan konsentrasi 2 gram/liter air dapat menghasilkan jumlah daun, luas daun, berat basah dan berat kering bibit yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Ginting, J. 1975. Bercocok Tanam Kelapa Sawit dan Pengolahan Hasilnya. S.P.M.A. Medan.
Lubis, A.U. 1985. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan. Marihat-Bandar Kuala. Pematang Siantar. Sumatera Utara.
Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar. Jenis dan Aplikasi. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murbandono, L. 1990. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rinsema, W. T. 1988. Pupuk dan Cara Pemupukan. Karya Aksara. Jakarta.
Setyamidjaja, D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.

                                                         

HUBUNGAN AIR, TANAH & TANAMAN. - ppt download

HUBUNGAN AIR, TANAH & TANAMAN. - ppt download : Lingkaran Tanah-Air-Tanaman LTAT mrpk sistem dinamik dan terpadu dimana air mengalir d...