PENDAHULUAN
A.
Tanah
dan Kemampuan Tanah
Klasifikasi
Kemampuan Tanah adalah penilaian tanah secara sistimatik dan pengelompokannya
dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat
bagi penggunaannya. Klasifikasi ini selanjutnya menetapkan jenis usaha tani
yang sesuai dan macam perlakuan yang diperlukan agar dapat dipergunakan untuk
berproduksi dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Tanah dapat digarap adalah sebidang tanah yang sesuai untuk diusahakan bagi
usaha tani tanaman semusim, sedangkan tanah tidak dapat digarap diartikan
sebagai sebidang tanah yang tidak sesuai untuk dipergunakan bagi usaha tani
tanaman semusim tetapi sesuai untuk usaha tani tanaman tahunan atau pohonan.
Klasifikasi Kemampuan Tanah yang dipakai dalam tulisan ini berdasarkan sistim
Klasifikasi yang dikemukakan oleh Hockensmith and Steele (1943) dan Stallings
(1957). Menurut sistim ini tanah digolongkan atas tiga kategori, yaitu Kelas,
Sub-Kelas dan Satuan Pengelolaan. Penggolongan dalam kelas didasarkan atas
intensitas faktor-faktor penghambat yang permanen atau sulit dirubah/berubah.
Penggolongan dalam Sub-Kelas didasarkan atas jenis faktor-faktor penghambat
tersebut. Penggolongan dalam satuan pengelolaan merupakan paket usaha dan perlakuan
yang diperlukan atau disarankan. Dalam penggolongan satuan pengelolaan
perlakuan pengawetan tanah khususnya dan jumlah pupuk yang diperlukan,
dikemukakan.
Faktor-faktor klasifikasi pada kategori kelas adalah faktor-faktor penghambat
yang bersifat permanen atau sulit dapat dirubah seperti tekstur tanah, lereng
permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah. Tingkat erosi yang telah terjadi,
liat masam (cat olay) dan faktor-faktor lain yang sulit untuk dirubah, seperti
batuan diatas permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang tetap, dan
iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya (intensitas)
faktor penghambat atau ancaman, sebagai berikut :
1. Tekstur
tanah (t). Dua belas kelas tekstur tanah seperti tertera pada gambar 19,
dekelompokkan dalam lima kelompok sebagai berikut:
t1 = halus : liat, liat
berdebu.
t2 = agak halus : liat
berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung
liat berpasir.
t3 = sedang : debu,
lempung berdebu, lempung.
t4 = agak kasar : lempung
berpasir.
t5 = Kasar : pasir
berlempung, pasir.
2. Permeabilitas
(p). Permeabilitas dikelompokkan sebagai berikut :
p1 = lambat : 0,5 cm/jam
p2 = agak lambat : 0,5 –
2,0 cm/jam
p3 = sedang : 2,0 – 6,25
cm/jam
p4 = agak cepat : 6,25 –
12,5 cm/jam
p5 = cepat : 12,5 cm/jam.
3. Kedalaman
sampai kerikil, padas, plinthite (k). Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai
berikut :
k0 = dalam : > 90 cm
k1 = sedang : 90 – 50 cm
k2 = dangkal : 50 – 25 cm
k3 = sangat dangkal :
< 25 cm.
4. Lereng
permukaan (l). Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut:
l0 (A) = 0 – 3 % : datar
l1 (B) = 3 – 8 % :
landai/berombak
l2 (C) = 8 – 15 % : agak
miring/bergelombang
l3 (D) = 15 – 30 % :
miring/berbukit
l4 (E) = 30 – 45 % : agak
curam
l5 (F) = 45 – 65 % :
curam
l6 (G) = > 65 %
: sangat curam
5. Drainase
tanah (d). Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
d0 = baik : tanah
mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai lapisan bawah berwarna terang yang
uniform dan tidak terdapat becak-becak.
d1 = agak baik : tanah
mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat becak- becak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan
bagian atas lapisan bawah.
d2 = agak buruk :
lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik; tidak terdapat becak-becak berwarna kuning,
kelabu atau coklat. Becak-becak terdapat
pada seluruh bagian lapisan bawah.
d3 = buruk : bagian
bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau becak-becak berwarna kelabu, coklat atau
kekuningan.
d4 = sangat buruk :
seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah bawah berwarna kelabu atau terdapat
becak-becak kelabu, coklat atau kekuningan.
6. Erosi (e).
Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut :
e0 = tidak ada erosi
e1 = ringan : < 25 %
lapisan atas hilang
e2 = sedang : 25 – 75 %
lapisan atas hilang
e3 = berat : > 75 %
lapisan atas hilang - < 25 % lapisan bawah hilang
e4 = sangat berat :
sampai lebih dari 25 % lapisan bawah hilang.
Menurut sistem ini tanah diklasifikasikan dalam delapan kelas yang ditandai
dengan huruf Romawi I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII, yang didefinisikan
sebagai berikut :
Kelas I (dengan warna hijau). Tanah kelas satu sesuai untuk segala jenis
penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus.
Tanahnya datar, dalam, bertekstur halus dan sedang, mudah diolah dan responsif
terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman
kerusakan dan oleh karenanya dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim
dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur yang baik
diperlukan untuk menjaga kesuburannya dan mempertinggi produktivitas.
Kelas II (dengan warna kuning). Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis
penggunaan pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Tanahnya
berlereng landai, kedalamannya dalam atau bertekstur halus sampai agak halus.
Jika digarap untuk usaha pertanian semusim diperlukan tindakan pengawetan tanah
yang ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan
tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, atau guludan, di samping
tindakan-tindakan pemupukan seperti pada kelas I.
Kelas III (dengan warna merah). Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis
penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar
dari tanah kelas II sehingga memerlukan tindakan pengawetan khusus. Tanah kelas
III terletak pada lereng agak miring, atau berdrainase buruk, kedalamannya
sedang, atau permeabilitasnya agak cepat. Tindakan pengawetan tanah khusus
seperti penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman
penutup tanah di mana waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping
tindakan-tindakan untuk memelihara atau meningkatkan kesuburan tanah.
Kelas IV (dengan warna biru). Tanah kelas IV sesuai untuk segala jenis
penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar
dari tanah kelas III, sehingga memerlukan tindakan khusus pengawetan tanah yang
lebih berat dan lebih terbatas waktu penggunaannya untuk tanaman semusim. Tanah
kelas IV terletak pada lereng yang miring (15-30 %) atau berdrainase buruk atau
kedalamannya dangkal. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan
pembuatan terras atau pembuatan drainase atau pergiliran dengan tanaman penutup
tanah/makanan ternak/pupuk hijau selama 3 – 5 tahun.
Kelas V (dengan warna hijau tua). Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi
tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami tanaman makanan ternak
secara permanen atau dihutankan. Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar
atau agak cekung sehingga selalu tergenang air atau terlalu banyak batu diatas
permukaannya atau terdapat liat masam (cat clay) di dekat atau pada daerah
perakarannya.
Tanah kelas VI (dengan warna oranye). Tanah kelas VI tidak sesuai untuk digarap
bagi usaha tani tanaman semusim, disebabkan karena terletak pada lereng yang
agak curam (30 – 45 %) sehingga mudah tererosi, atau kedalamannya yang sangat
dangkal atau telah mengalami erosi berat. Tanah ini lebih sesuai untuk padang
rumput atau dihutankan. Jika digarap untuk usaha tanai tanaman semusim
diperlukan pembuatan terras tangga/bangku. Penggunaannya untuk padang rumput
harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Penebangan kayu, jika
dihutankan harus selektip.
Kelas VII (dengan warna coklat). Tanah kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk
digarap bagi usaha tani tanaman semusim, tetapi lebih baik untuk ditanami
vegetasi permanen. Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan maka
pengambilan rumput atau pengembalaan atau penebangan harus dilakukan dengan
hati-hati. Tanah kelas VII terletak pada lereng yang curam (45 – 65 %) dan
tanahnya dangkal, atau telah mengalami erosi yang sangat berat.
Kelas VIII (dengan warna putih). Tanah kelas VIII tidak sesuai untuk usaha
produksi pertanian, dan harus dibiarkan pada keadaan alami atau dibawah
vegetasi alam. Tanah ini dapat dipergunakan untuk cagar alam, daerah rekreasi
atau hutan lindung. Tanah kelas VIII adalah tanah-tanah yang belereng sangat
curam atau lebih dari 90 % permukaan tanah ditutupi batuan lepas atau batuan
ungkapan, atau tanah yang bertekstur kasar.
Jenis faktor penghambat menentukan sub-kelas yang ditulis di belakang angka
kelas sebagai berikut : III1, IIIk2, atau IIId3
yang masing-masing menyatakan tanah kelas II disebabkan oleh faktor lereng (12),
tanah kelas III yang disebabkan oleh kedalaman yang sedang (k2) atau
kelas III disebabkan oleh drainase yang agak buruk (d3).
1.
Pengertian
Tanah
Tanah merupakan
salah satu sumber daya alam utama yang ada di planet bumi serta merupakan kunci
kerberhasilan makhluk hidup. Tanah adalah lapisan tipis kulit bumi dan terletak
paling luar. Tanah merupakan hasil pelapukan atau erosi batuan induk
(anorganik) yang bercampur dengan bahan organik. Tanah mengandung partikel
batuan atau mineral, bahan organik ( senyawa organik dan organisme ) air dan
udara. Mineral merupakan unsur utama tanah. Pada umumnya mineral terbentuk dari
padatan anorganik dan mempunyai komposisi homogen.
Tanah terbentuk melalui proses alami
dan berlangsung sangat lama. Selain itu terdapat hubungan antara perkembangan
lapisan tanah dan perkembangan tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia. Jenis tanah
memiliki perbedaan antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Perbedaan
itu terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah :
-
Jenis batuan
-
Bahan induk
-
Curah hujan
-
Penyinaran matahari
-
Bentuk permukaan bumi
-
Organisme yang ada di tanah
-
Tumbuh-tumbuhan penutup tanah (Vegetasi)
Selain itu kegiatan manusia juga
berpengaruh penting dalam pembentukan tanah. Misalnya, kegiatan pertanian,
kegiatan perhutanan dan perubahan dari pedesaan menjadi perkotaan. Tanah
(bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang
tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi
semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan
menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang
berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan
tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian
besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.
Ilmu yang mempelajari berbagai aspek
mengenai tanah dikenal sebagai ilmu tanah, dari segi klimatologi, tanah
memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun
tanah sendiri juga dapat tererosi.
Komposisi
tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan
udara merupakan
bagian dari tanah.
Tubuh tanah (solum) tidak lain
adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia
tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier
dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.
Tubuh tanah terbentuk dari campuran
bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari
batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik
(organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang
terdegradasi.
Tanah organik berwarna hitam dan
merupakan pembentuk utama lahan gambut dan kelak dapat menjadi batu bara. Tanah
organik cenderung memiliki keasaman tinggi karena mengandung beberapa asam
organik (substansi humik) hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok
tanah ini biasanya miskin mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau
hasil dekomposisi jaringan makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena
memiliki sifat fisik gembur (sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun
karena memiliki keasaman tinggi sebagian besar tanaman pangan akan memberikan
hasil terbatas dan di bawah capaian optimum.
Tanah non-organik didominasi oleh
mineral. Mineral ini membentuk partikel pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian
ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah: pasir, lanau (debu),
dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh pasir, tanah lempungan didominasi
oleh lempung. Tanah dengan komposisi pasir, lanau, dan lempung yang seimbang
dikenal sebagai geluh (loam).
Warna tanah merupakan ciri utama
yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari
hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu,
tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras
sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah
berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang
tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa.
Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan
nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan
besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh
kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan
warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana
anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang
terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan
karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir)
tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fasa: fasa padatan, fasa
cair, dan fasa gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur
tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat
disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila
pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil
(mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup
besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat
apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
2.
Klasifikasi
Tanah
Klasifikasi tanah memiliki berbagai
versi. Terdapat kesulitan teknis dalam melakukan klasifikasi untuk tanah karena
banyak hal yang memengaruhi pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda
yang dinamis sehingga selalu mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari
batuan yang aus/lapuk akibat terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer,
seperti dinamika iklim, topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi.
Intensitas dan selang waktu dari berbagai faktor ini juga berakibat pada
variasi tampilan tanah.
Dalam melakukan klasifikasi tanah
para ahli pertama kali melakukannya
berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan
yang membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang
para ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses
pelapukan batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah
yang terbentuk.
Berdasarkan kriteria itu, ditemukan
banyak sekali jenis tanah di dunia. Untuk memudahkannya, seringkali para ahli
melakukan klasifikasi secara lokal. Untuk Indonesia misalnya dikenal sistem
klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo (1957-1961)[1] yang masih dirujuk hingga saat
ini di Indonesia untuk kepentingan pertanian, khususnya dalam versi yang
dimodifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak) pada
tahun 1978 dan 1982.
Pada tahun 1975 dirilis sistem
klasifikasi USDA (Departemen Pertanian AS). Sistem ini dibuat karena
sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang tindih dalam penamaan akibat
perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem USDA memberikan kriteria yang
jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga sistem USDA ini biasa
disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk mendampingi penamaan berdasarkan
sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian Tanah). Kelemahan dari sistem ini,
khususnya untuk negara berkembang, adalah kriterianya yang sangat mendasarkan
pada analisis laboratorium yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk
mendefinisikan langsung di lapangan. Walaupun demikian, sistem USDA sangat
membantu karena memakai sistem penamaan yang konsisten.
Untuk komunikasi di antara para ahli
tanah dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah mengembangkan sistem
klasifikasi tanah pula sejak 1974. Pada tahun 1998 kemudian disepakati
dipakainya sistem klasifikasi WRB dari World Reference Base for Soil Resources,
suatu proyek bentukan FAO, untuk menggantikan sistem ini. Versi terbaru dari
sistem WRB dirilis pada tahun 2007.
·
Klasifikasi tanah sistem USDA
Tanah merupakan zat bentukkan alam yang terdiri dari mineral, udara, air dan
bahan organik. Di berbagai belahan bumi ini terdapat berbagai macam jenis
tanah dengan karakteristik masing-masing. Untuk memudahkan pengenalan jenis
tanah tersebut maka dibutuhkan sistem klasifikasi. Salah satu sistem
klasifikasi tanah yang masih dipakai saat ini adalah sistem USDA (United States
Department of Agriculture) tahun 1975 atau miliknya negara Amerika. USDA
mengklasifikasikan tanah berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Ciri khas
dari penamaan jenis tanahnya adalah semua berakhiran "sol".
Terdapat 10 jenis tanah menurut USDA
yaitu:
1. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol
merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam
perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik
atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol.
2. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol
merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh
horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut
sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau
Margalit.
3. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol
merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam
(gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%.
Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol
berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi
lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.
4. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol
merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering).
Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan
dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
5. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol
merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol
berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison
kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini
cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah
Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.
6. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan
tanah dengan horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus
(horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian)
yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Podzol.
7. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol
merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat
horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini
berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan
air. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah
Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
8. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol
merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat
masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari
35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik
Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu.
9. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol
merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan
liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah,
yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau
oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas
horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik,
atau Podzolik Merah Kuning.
10. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol
merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk
tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat).
Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40
cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Organik atau Organosol.
3.
Kesuburan
Tanah
Kesuburan
Tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman
yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada. Kesuburan tanah tidak
terlepas dari keseimbangan biologi, fisika dan kimia; ketiga unsur tersebut
saling berkaitan dan sangat menentukan tingkat kesuburan lahan pertanian. Tanpa
disadari selama ini sebagian besar pelaku tani di Indonesia hanya mementingkan
kesuburan yang bersifat kimia saja, yaitu dengan memberikan pupuk anorganik
seperti : urea, TSP/SP36, KCL dan NPK secara terus menerus dengan dosis yang
berlebihan.
Pemupukan akan efektif jika pupuk
yang ditebarkan dapat menambah atau melengkapi unsur hara yang telah tersedia
di dalam tanah. Karena hanya bersifat menambah atau melengkapi unsur hara, maka
sebelum digunakan harus diketahui gambaran keadaan tanahnya, khususnya
kemampuan awal untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Dalam mendukung kehidupan
tanaman, tanah memiliki empat fungsi utama yaitu :
1.
Memberi unsur hara dan sebagai media perakaran
2.
Menyediakan air dan sebagai tempat penampung (reservoir) air
3.
Menyediakan udara untuk respirasi (pernafasan) akar
4.
Sebagai media tumbuhan tanaman
Tanah tersusun dari empat komponen
dasar, yakni bahan mineral yang berasal dari pelapukan batu-batuan, bahan
organik yang berasal dari pembusukan sisa makhluk hidup, air dan udara.
Berdasarkan unsur penyusunannya, tanah dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
tanah mineral dan tanah organik.
4.
Macam –
macam Tanah
Indonesia adalah negara kepulauan
dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini
adalah macam-macam / jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
1. Tanah Humus
Tanah humus adalah tanah yang sangat
subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang
lebat.
2. Tanah Pasir
Tanah pasir adalah tanah yang
bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta
batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.
3.
Tanah Alluvial / Tanah Endapan
Tanah aluvial adalah tanah yang
dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki
sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.
4.
Tanah Podzolit
Tanah podzolit adalah tanah subur
yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu
rendah / dingin.
5.
Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi
Tanah vulkanis adalah tanah yang
terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat
hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung
berapi.
6.
Tanah Laterit
Tanah laterit adalah tanah tidak
subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut
hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan
Barat dan Lampung.
7.
Tanah Mediteran / Tanah Kapur
Tanah mediteran adalah tanah
sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh :
Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
8.
Tanah Gambut / Tanah Organosol
Tanah organosol adalah jenis tanah
yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan
tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.
B.
Tanaman dan Lingkungan
Tanam
1. Kerapatan Tanam
Kerapatan tanam berhubungan dengan populasi
tanaman yang tak dapat dipisahkan dengan produksi yang akan diperoleh dari luas lahan per hektar, karena kerapatan tanam dan keefisienan
penggunaan cahaya, juga mempengaruhi persaingan antara tanaman dalam
menggunakan air dan unsur hara. Pada umumnya, produksi tiap satuan luas yang
tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya penggunaan sinar
matahari, air dan unsur hara secara maksimum di awal pertumbuhan. Akan tetapi
pada akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena
persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, air dan unsur hara. Kerapatan tanaman yang optimum hanya dapat
ditentukan dengan mengetahui potensi produksi pada beberapa kerapatan tanaman.
Kepadatan
tanaman mempunyai hubungan erat dengan hasil tanaman. Kepadatan tanaman dapat
diartikan sebagai jumlah tanaman yang terdapat dalam satuan luas lahan.Peningkatan
kepadatan tanaman mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Bila jumlah
tanaman meningkat dan diikuti dengan luas daun serta ILD-nya yang
meningkatsehingga akan menigkatkan berat kering total tanaman.
Kerapatan
tanam merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman,karena penyerapan
energi matahari oleh permukaan daun yang sangat menentukanpertumbuhan tanaman
juga sangat dipengaruhi oleh kerapatan tanaman ini, jika kondisitanaman terlalu
rapat maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karenadapat
menghambat perkembangan vegetatif dan menurunkan hasil panen akibatmenurunnya
laju fotosintesis dan perkembangan daun.
Kerapatan
tanaman merupakan salah satu faktor penting dalam usahameningkatkan hasil
panen. Pada populasi optimal, kompetisi antar tanaman masih terjadisehingga
pertumbuhan dan hasil per individu menjadi berkurang, namun karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan meningkatnya
populasi, maka hasil panen perhektar masih dapat meningkat. Jika jarak tanaman
terlalu rapat atau populasi terlalutinggi, kompetisi antar individu juga
diikuti dengan penurunan hasil panen per hektar.Selanjutnya jika jarak tanaman
terlalu renggang banyak ruang kosong diantara tajuk tanaman. Oleh karena
itu spesies tanaman daun yang efisien cenderungmenginvestasikan sebagian besar
awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahanluas daun, yang berakibat pada
pemanfaatan radiasi matahari yang efisien
kerapatan
tanam berpengaruhterhadap berat kering bagian atas tanaman kacang hijau walet.
Kerapatan terendahmenghasilkan berat kering bagian atas tanaman paling tinggi.
Sebaliknya kerapatantinggi menghasilkan berat kering bagian atas tanaman paling
rendah. Namun demikian,penurunan berat kering bagian atas tanaman karena
naiknya kerapatan tersebut tidak sebanding dengan peningkatan kerapatan
populasi. Peningkatan kerapatan satu setengahkali lipat hanya mengakibatkan
penurunan berat kering bagian atas sebesar 15,4 %. Halyang sama juga terjadi
pada pengamatan berat biji per tanaman. Peningkatan kerapatanpopulasi dapat
mengakibatkan menurunnya berat biji per tanaman, namun karenapenurunan berat
biji ini tidak proporsional dengan peningkatan kerapatan populasi, makaberat
biji per satuan luas atau hasil panen justru meningkat dengan
meningkatnyakerapatan populasi. Peningkatan kerapatan populasi dua kali lipat
mengakibatkanmenurunnnya berat biji per tanaman 6,6 % sebaliknya mengakibatkan
meningkatnya hasil panen sebesar 66,2 %.
2. Tumpang Sari
Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau
lebih tanaman pada satu
areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau
agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu
yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau
jagung dan kacang tanah. Dalam
kepustakaan, hal ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang
dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai
atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir.
Tumpang
sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil
atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau
kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Dalam kehutanan hal ini
disebut sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga
diterapkan bagi budidaya padi dan ikan air tawar yang
dikenal sebagai mina tani.
- Hasil panen pada lahan tidak luas bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman berbeda,
- petani mendapat hasil jual yang saling menguntungkan atau menggantikan dari tiap jenis tanaman berbeda dan,
- resiko kerugian dapat ditekan karena terbagi pada setiap tanaman.
- lebih murah dibandingkan dengan pupuk tunggal dan,
- pemakaiannya sekali.
3. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan kemampuan
beradaptasinya tumbuhan dibedakan menjadi :
1.
Hidrofit yaitu kemampuan golongan tumbuhan untuk hidup
di lingkungan air.misal lotus/teratai.
2. Halofit
yaitu kemampuan suatu tumbuhan untuk hidup di lingkungan yang berkadar garam
tinggi.
3. Mesofit
yaitu golongan tumbuhan yang mempunyai kemampuan untukhidup di lingkungan yang
cukup air.misal kopi dan coklat.
4. Xerofit
yaitu tumbuhan yang hidup di lingkungan yang kering dan sedikit air. Contoh
kaktus dan kurma.
5. Higrofit
yaitu kemampuan suatu tumbuhan yang hidup di daerah yang lembab. Misal, lumut
dan paku-pakuan.
6. Tropofit
yaitu golongan tumbuhan yang hidup di lingkungan yang mengalami pergantian
antara basah dan kering dengan cara menggugurkan daun pada musim kemarau. Misal
jati, randu, kapuk, dan cemara.
Adaptasi Tumbuhan Air :
a. Terapung
Tumbuhan air yang mengapung beradaptasi dengan lingkungan air dengan cara tangkai daun dan batangnya mempunyai rongga-rongga antar sel yang berisi udara, sehingga dapat mengapung. Daun melebar dan akarnya banyak.
Contoh : Salvina natans ( Paku sampan), Eichornia sp. (eceng gondok), Azolla pinnata , Sargassum
b. Tenggelam (Terbenam)
Tumbuhan yang seluruh tubuhnya terbenam dalam air mempunyai akar yang melekat di dasar air.
Contoh : Vallisneria , Chara , Hydrilla , Calomba .
Tumbuhan air yang mengapung beradaptasi dengan lingkungan air dengan cara tangkai daun dan batangnya mempunyai rongga-rongga antar sel yang berisi udara, sehingga dapat mengapung. Daun melebar dan akarnya banyak.
Contoh : Salvina natans ( Paku sampan), Eichornia sp. (eceng gondok), Azolla pinnata , Sargassum
b. Tenggelam (Terbenam)
Tumbuhan yang seluruh tubuhnya terbenam dalam air mempunyai akar yang melekat di dasar air.
Contoh : Vallisneria , Chara , Hydrilla , Calomba .
c. Sebagian tubuhnya terbenam
Tumbuhan yang sebagian tubuhnya terbenam mempunyai akar yang melekat di
dasar dan daun-daun yang terapung di permukaan air. Tumbuhan ini beradaptasi
dengan lingkungannya dengan adanya saluran udara pada batang atau tangkai
daunnya.
Contoh : Teratai, padi, bakau.
d. Tumbuhan pantai
Tumbuhan yang hidup di pantai dan sering kena hempasan air laut beradaptasi dengan adanya akar yang banyak dan kuat (akar tunggang).
Contoh : Bakau, Api-Api.
d. Tumbuhan pantai
Tumbuhan yang hidup di pantai dan sering kena hempasan air laut beradaptasi dengan adanya akar yang banyak dan kuat (akar tunggang).
Contoh : Bakau, Api-Api.
Adaptasi Tumbuhan Darat :
Untuk mengurangi
penguapan air, bentuk penyesuaian tumbuhan
adalah :
1)
Menggugurkan daunnya pada musim
kemarau panjang.
Contoh : tumbuhan jati, akasia, randu, flamboyan.
Contoh : tumbuhan jati, akasia, randu, flamboyan.
2)
Mematikan tubuh bagian yang di atas permukaan tumbuhan yang sebagian tubuhnya tanah. Tumbuhan yang beradaptasi dengan cara
seperti ini tidak tampak di atas tanah sepanjang musim kemarau.
Contoh : Gramineae (padi-padian), Zingiberaceae (jahe-jahean), Liliaceae, Araceae.
Contoh : Gramineae (padi-padian), Zingiberaceae (jahe-jahean), Liliaceae, Araceae.
3)
Daunnya kecil, berbentuk jarum atau berbentuk
sisik, misalnya pada kaktus.
4)
Daunnya tebal dan mempunyai sedikit
stomata.
5)
Stomata terletak di permukaan bawah daun, atau tersembunyi pada
lekukan urat-urat daun.
6)
Daun
berlapis kutikula tebal dan
berbulu.
Kesimpulan
1. Klasifikasi
Kemampuan Tanah adalah penilaian tanah secara sistimatik dan pengelompokannya
dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat
bagi penggunaannya.
2. Tanah
adalah lapisan tipis kulit bumi dan terletak paling luar, tanah merupakan hasil
pelapukan atau erosi batuan induk (anorganik) yang bercampur dengan bahan
organik.
3. Tanah
mengandung partikel batuan atau mineral, bahan organik ( senyawa organik dan
organisme ) air dan udara. Mineral merupakan unsur utama tanah.
4. Kesuburan Tanah adalah kemampuan suatu
tanah
untuk menghasilkan produk tanaman
yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada.
5. Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau
lebih tanaman pada satu
areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau
agak bersamaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan
Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.
Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/penc ema ran_tanah.
diakses 26 Desember 2007.
Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112 hal.
Bachri, Moch. 2006. Geologi Lingkungan.
Malang : CV. Aksara.
Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Pengenalan Gerakan Tanah. Jakarta : Mancamedia.
novikhrnisa.blogspot.com/2013/04/makalah-hidrologi-sma-kelas-x-air- tanah.html?m=1
bosska.wordpress.com/green-lands/pelestarian-air-tanah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar