Rabu, Agustus 20, 2014

TANAH DAN LINGKUNGAN TANAM



PENDAHULUAN
A.    Tanah dan Kemampuan Tanah
            Klasifikasi Kemampuan Tanah adalah penilaian tanah secara sistimatik dan pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat bagi penggunaannya. Klasifikasi ini selanjutnya menetapkan jenis usaha tani yang sesuai dan macam perlakuan yang diperlukan agar dapat dipergunakan untuk berproduksi dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
            Tanah dapat digarap adalah sebidang tanah yang sesuai untuk diusahakan bagi usaha tani tanaman semusim, sedangkan tanah tidak dapat digarap diartikan sebagai sebidang tanah yang tidak sesuai untuk dipergunakan bagi usaha tani tanaman semusim tetapi sesuai untuk usaha tani tanaman tahunan atau pohonan.
            Klasifikasi Kemampuan Tanah yang dipakai dalam tulisan ini berdasarkan sistim Klasifikasi yang dikemukakan oleh Hockensmith and Steele (1943) dan Stallings (1957). Menurut sistim ini tanah digolongkan atas tiga kategori, yaitu Kelas, Sub-Kelas dan Satuan Pengelolaan. Penggolongan dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor-faktor penghambat yang permanen atau sulit dirubah/berubah. Penggolongan dalam Sub-Kelas didasarkan atas jenis faktor-faktor penghambat tersebut. Penggolongan dalam satuan pengelolaan merupakan paket usaha dan perlakuan yang diperlukan atau disarankan. Dalam penggolongan satuan pengelolaan perlakuan pengawetan tanah khususnya dan jumlah pupuk yang diperlukan, dikemukakan.
            Faktor-faktor klasifikasi pada kategori kelas adalah faktor-faktor penghambat yang bersifat permanen atau sulit dapat dirubah seperti tekstur tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah. Tingkat erosi yang telah terjadi, liat masam (cat olay) dan faktor-faktor lain yang sulit untuk dirubah, seperti batuan diatas permukaan tanah, ancaman banjir atau genangan air yang tetap, dan iklim. Faktor-faktor tersebut digolongkan berdasarkan besarnya (intensitas) faktor penghambat atau ancaman, sebagai berikut :
1.      Tekstur tanah (t). Dua belas kelas tekstur tanah seperti tertera pada gambar 19, dekelompokkan dalam lima kelompok sebagai berikut:
t1 = halus : liat, liat berdebu.
t2 = agak halus : liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung
        liat berpasir.
t3 = sedang : debu, lempung berdebu, lempung.
t4 = agak kasar : lempung berpasir.
t5 = Kasar : pasir berlempung, pasir.
2.      Permeabilitas (p). Permeabilitas dikelompokkan sebagai berikut :
p1 = lambat : 0,5 cm/jam
p2 = agak lambat : 0,5 – 2,0 cm/jam
p3 = sedang : 2,0 – 6,25 cm/jam
p4 = agak cepat : 6,25 – 12,5 cm/jam
p5 = cepat : 12,5 cm/jam.
3.      Kedalaman sampai kerikil, padas, plinthite (k). Kedalaman efektif dikelompokkan sebagai berikut :
k0 = dalam : > 90 cm
k1 = sedang : 90 – 50 cm
k2 = dangkal : 50 – 25 cm
k3 = sangat dangkal : < 25 cm.
4.      Lereng permukaan (l). Lereng permukaan dikelompokkan sebagai berikut:
l0 (A) = 0 – 3 % : datar
l1 (B) = 3 – 8 % : landai/berombak
l2 (C) = 8 – 15 % : agak miring/bergelombang
l3 (D) = 15 – 30 % : miring/berbukit
l4 (E) = 30 – 45 % : agak curam
l5 (F) = 45 – 65 % : curam
l6 (G) =  > 65 % : sangat curam
5.      Drainase tanah (d). Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
d0 =  baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas   sampai lapisan bawah berwarna terang yang uniform dan tidak terdapat         becak-becak.
d1 = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat becak-      becak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan bagian       atas lapisan bawah.
d2 =  agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik; tidak          terdapat becak-becak berwarna kuning, kelabu atau coklat. Becak-becak        terdapat pada seluruh bagian lapisan bawah.
d3 =  buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau      becak-becak berwarna kelabu, coklat atau kekuningan.
d4 =  sangat buruk : seluruh lapisan permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah    bawah berwarna kelabu atau terdapat becak-becak kelabu, coklat atau       kekuningan.
6.      Erosi (e). Kerusakan oleh erosi dikelompokkan sebagai berikut :
e0 = tidak ada erosi
e1 = ringan : < 25 % lapisan atas hilang
e2 = sedang : 25 – 75 % lapisan atas hilang
e3 = berat : > 75 % lapisan atas hilang - < 25 % lapisan bawah hilang
e4 = sangat berat : sampai lebih dari 25 % lapisan bawah hilang.
            Menurut sistem ini tanah diklasifikasikan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi I, II, III, IV, V, VI, VII dan VIII, yang didefinisikan sebagai berikut :
            Kelas I (dengan warna hijau). Tanah kelas satu sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar, dalam, bertekstur halus dan sedang, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan dan oleh karenanya dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur yang baik diperlukan untuk menjaga kesuburannya dan mempertinggi produktivitas.
            Kelas II (dengan warna kuning). Tanah kelas II sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan sedikit hambatan dan ancaman kerusakan. Tanahnya berlereng landai, kedalamannya dalam atau bertekstur halus sampai agak halus. Jika digarap untuk usaha pertanian semusim diperlukan tindakan pengawetan tanah yang ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, atau guludan, di samping tindakan-tindakan pemupukan seperti pada kelas I.
            Kelas III (dengan warna merah). Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas II sehingga memerlukan tindakan pengawetan khusus. Tanah kelas III terletak pada lereng agak miring, atau berdrainase buruk, kedalamannya sedang, atau permeabilitasnya agak cepat. Tindakan pengawetan tanah khusus seperti penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman penutup tanah di mana waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping tindakan-tindakan untuk memelihara atau meningkatkan kesuburan tanah.
            Kelas IV (dengan warna biru). Tanah kelas IV sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari tanah kelas III, sehingga memerlukan tindakan khusus pengawetan tanah yang lebih berat dan lebih terbatas waktu penggunaannya untuk tanaman semusim. Tanah kelas IV terletak pada lereng yang miring (15-30 %) atau berdrainase buruk atau kedalamannya dangkal. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim diperlukan pembuatan terras atau pembuatan drainase atau pergiliran dengan tanaman penutup tanah/makanan ternak/pupuk hijau selama 3 – 5 tahun.
            Kelas V (dengan warna hijau tua). Tanah kelas V tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk ditanami tanaman makanan ternak secara permanen atau dihutankan. Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung sehingga selalu tergenang air atau terlalu banyak batu diatas permukaannya atau terdapat liat masam (cat clay) di dekat atau pada daerah perakarannya.
            Tanah kelas VI (dengan warna oranye). Tanah kelas VI tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim, disebabkan karena terletak pada lereng yang agak curam (30 – 45 %) sehingga mudah tererosi, atau kedalamannya yang sangat dangkal atau telah mengalami erosi berat. Tanah ini lebih sesuai untuk padang rumput atau dihutankan. Jika digarap untuk usaha tanai tanaman semusim diperlukan pembuatan terras tangga/bangku. Penggunaannya untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Penebangan kayu, jika dihutankan harus selektip.
            Kelas VII (dengan warna coklat). Tanah kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim, tetapi lebih baik untuk ditanami vegetasi permanen. Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan maka pengambilan rumput atau pengembalaan atau penebangan harus dilakukan dengan hati-hati. Tanah kelas VII terletak pada lereng yang curam (45 – 65 %) dan tanahnya dangkal, atau telah mengalami erosi yang sangat berat.
            Kelas VIII (dengan warna putih). Tanah kelas VIII tidak sesuai untuk usaha produksi pertanian, dan harus dibiarkan pada keadaan alami atau dibawah vegetasi alam. Tanah ini dapat dipergunakan untuk cagar alam, daerah rekreasi atau hutan lindung. Tanah kelas VIII adalah tanah-tanah yang belereng sangat curam atau lebih dari 90 % permukaan tanah ditutupi batuan lepas atau batuan ungkapan, atau tanah yang bertekstur kasar.
            Jenis faktor penghambat menentukan sub-kelas yang ditulis di belakang angka kelas sebagai berikut : III1, IIIk2, atau IIId3 yang masing-masing menyatakan tanah kelas II disebabkan oleh faktor lereng (12), tanah kelas III yang disebabkan oleh kedalaman yang sedang (k2) atau kelas III disebabkan oleh drainase yang agak buruk (d3).
1.      Pengertian Tanah
            Tanah merupakan salah satu sumber daya alam utama yang ada di planet bumi serta merupakan kunci kerberhasilan makhluk hidup. Tanah adalah lapisan tipis kulit bumi dan terletak paling luar. Tanah merupakan hasil pelapukan atau erosi batuan induk (anorganik) yang bercampur dengan bahan organik. Tanah mengandung partikel batuan atau mineral, bahan organik ( senyawa organik dan organisme ) air dan udara. Mineral merupakan unsur utama tanah. Pada umumnya mineral terbentuk dari padatan anorganik dan mempunyai komposisi homogen.
            Tanah terbentuk melalui proses alami dan berlangsung sangat lama. Selain itu terdapat hubungan antara perkembangan lapisan tanah dan perkembangan tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia. Jenis tanah memiliki perbedaan antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Perbedaan itu terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah :
- Jenis batuan
- Bahan induk
- Curah hujan
- Penyinaran matahari
- Bentuk permukaan bumi
- Organisme yang ada di tanah
- Tumbuh-tumbuhan penutup tanah (Vegetasi)
            Selain itu kegiatan manusia juga berpengaruh penting dalam pembentukan tanah. Misalnya, kegiatan pertanian, kegiatan perhutanan dan perubahan dari pedesaan menjadi perkotaan. Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak.
            Ilmu yang mempelajari berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai ilmu tanah, dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.
Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan
udara merupakan bagian dari tanah.
            Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.
            Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik (organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
            Tanah organik berwarna hitam dan merupakan pembentuk utama lahan gambut dan kelak dapat menjadi batu bara. Tanah organik cenderung memiliki keasaman tinggi karena mengandung beberapa asam organik (substansi humik) hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok tanah ini biasanya miskin mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau hasil dekomposisi jaringan makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki sifat fisik gembur (sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun karena memiliki keasaman tinggi sebagian besar tanaman pangan akan memberikan hasil terbatas dan di bawah capaian optimum.
            Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah: pasir, lanau (debu), dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh pasir, tanah lempungan didominasi oleh lempung. Tanah dengan komposisi pasir, lanau, dan lempung yang seimbang dikenal sebagai geluh (loam).
            Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu, tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi.
            Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fasa: fasa padatan, fasa cair, dan fasa gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
2.      Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis dalam melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang memengaruhi pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda yang dinamis sehingga selalu mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim, topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah.
Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya  berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses pelapukan batuan yang kemudian memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah yang terbentuk.
Berdasarkan kriteria itu, ditemukan banyak sekali jenis tanah di dunia. Untuk memudahkannya, seringkali para ahli melakukan klasifikasi secara lokal. Untuk Indonesia misalnya dikenal sistem klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo (1957-1961)[1] yang masih dirujuk hingga saat ini di Indonesia untuk kepentingan pertanian, khususnya dalam versi yang dimodifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak) pada tahun 1978 dan 1982.
Pada tahun 1975 dirilis sistem klasifikasi USDA (Departemen Pertanian AS). Sistem ini dibuat karena sistem-sistem klasifikasi lama saling tumpang tindih dalam penamaan akibat perbedaan kriteria. Dalam pemakaiannya, sistem USDA memberikan kriteria yang jelas dibandingkan sistem klasifikasi lain, sehingga sistem USDA ini biasa disertakan dalam pengklasifikasian tanah untuk mendampingi penamaan berdasarkan sistem FAO atau PPT (Pusat Penelitian Tanah). Kelemahan dari sistem ini, khususnya untuk negara berkembang, adalah kriterianya yang sangat mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk mendefinisikan langsung di lapangan. Walaupun demikian, sistem USDA sangat membantu karena memakai sistem penamaan yang konsisten.
Untuk komunikasi di antara para ahli tanah dunia, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah pula sejak 1974. Pada tahun 1998 kemudian disepakati dipakainya sistem klasifikasi WRB dari World Reference Base for Soil Resources, suatu proyek bentukan FAO, untuk menggantikan sistem ini. Versi terbaru dari sistem WRB dirilis pada tahun 2007.
·         Klasifikasi tanah sistem USDA 
          Tanah merupakan zat bentukkan alam yang terdiri dari mineral, udara, air dan bahan organik.  Di berbagai belahan bumi ini terdapat berbagai macam jenis tanah dengan karakteristik masing-masing. Untuk memudahkan pengenalan jenis tanah tersebut maka dibutuhkan sistem klasifikasi. Salah satu sistem klasifikasi tanah yang masih dipakai saat ini adalah sistem USDA (United States Department of Agriculture) tahun 1975 atau miliknya negara Amerika. USDA mengklasifikasikan tanah berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Ciri khas dari penamaan jenis tanahnya adalah semua berakhiran "sol".
Terdapat 10 jenis tanah menurut USDA yaitu:
1. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol.
2. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.

3. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.
4. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
5. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.
6. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol.
7. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
8. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu.
9. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.
10. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau Organosol.

3.    Kesuburan Tanah
            Kesuburan Tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada. Kesuburan tanah tidak terlepas dari keseimbangan biologi, fisika dan kimia; ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan sangat menentukan tingkat kesuburan lahan pertanian. Tanpa disadari selama ini sebagian besar pelaku tani di Indonesia hanya mementingkan kesuburan yang bersifat kimia saja, yaitu dengan memberikan pupuk anorganik seperti : urea, TSP/SP36, KCL dan NPK secara terus menerus dengan dosis yang berlebihan.
            Pemupukan akan efektif jika pupuk yang ditebarkan dapat menambah atau melengkapi unsur hara yang telah tersedia di dalam tanah. Karena hanya bersifat menambah atau melengkapi unsur hara, maka sebelum digunakan harus diketahui gambaran keadaan tanahnya, khususnya kemampuan awal untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Dalam mendukung kehidupan tanaman, tanah memiliki empat fungsi utama yaitu :
1. Memberi unsur hara dan sebagai media perakaran
2. Menyediakan air dan sebagai tempat penampung (reservoir) air
3. Menyediakan udara untuk respirasi (pernafasan) akar
4. Sebagai media tumbuhan tanaman
            Tanah tersusun dari empat komponen dasar, yakni bahan mineral yang berasal dari pelapukan batu-batuan, bahan organik yang berasal dari pembusukan sisa makhluk hidup, air dan udara. Berdasarkan unsur penyusunannya, tanah dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tanah mineral dan tanah organik.
4.      Macam – macam Tanah
            Indonesia adalah negara kepulauan dengan daratan yang luas dengan jenis tanah yang berbeda-beda. Berikut ini adalah macam-macam / jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1. Tanah Humus
            Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.
2. Tanah Pasir
            Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.
3. Tanah Alluvial / Tanah Endapan
            Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.
4. Tanah Podzolit
            Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin.


5. Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi
            Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.
6. Tanah Laterit
            Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung.
7. Tanah Mediteran / Tanah Kapur
            Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
8. Tanah Gambut / Tanah Organosol
            Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh : rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera.

B.     Tanaman dan Lingkungan Tanam
1. Kerapatan Tanam           
            Kerapatan tanam berhubungan dengan populasi tanaman yang tak dapat dipisahkan dengan produksi yang akan diperoleh dari luas lahan per hektar, karena kerapatan tanam dan keefisienan penggunaan cahaya, juga mempengaruhi persaingan antara tanaman dalam menggunakan air dan unsur hara. Pada umumnya, produksi tiap satuan luas yang tinggi tercapai dengan populasi tinggi, karena tercapainya penggunaan sinar matahari, air dan unsur hara secara maksimum di awal pertumbuhan. Akan tetapi pada akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu menurun karena persaingan untuk mendapatkan sinar matahari, air dan unsur hara. Kerapatan tanaman yang optimum hanya dapat ditentukan dengan mengetahui potensi produksi pada beberapa kerapatan tanaman.
Kepadatan tanaman mempunyai hubungan erat dengan hasil tanaman. Kepadatan tanaman dapat diartikan sebagai jumlah tanaman yang terdapat dalam satuan luas lahan.Peningkatan kepadatan tanaman mempunyai arti meningkatkan jumlah tanaman. Bila jumlah tanaman meningkat dan diikuti dengan luas daun serta ILD-nya yang meningkatsehingga akan menigkatkan berat kering total tanaman.
Kerapatan tanam merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman,karena penyerapan energi matahari oleh permukaan daun yang sangat menentukanpertumbuhan tanaman juga sangat dipengaruhi oleh kerapatan tanaman ini, jika kondisitanaman terlalu rapat maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karenadapat menghambat perkembangan vegetatif dan menurunkan hasil panen akibatmenurunnya laju fotosintesis dan perkembangan daun.
Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor penting dalam usahameningkatkan hasil panen. Pada populasi optimal, kompetisi antar tanaman masih terjadisehingga pertumbuhan dan hasil per individu menjadi berkurang, namun karena jumlah tanaman per hektar bertambah dengan meningkatnya populasi, maka hasil panen perhektar masih dapat meningkat. Jika jarak tanaman terlalu rapat atau populasi terlalutinggi, kompetisi antar individu juga diikuti dengan penurunan hasil panen per hektar.Selanjutnya jika jarak tanaman terlalu renggang banyak ruang kosong diantara tajuk tanaman. Oleh karena itu spesies tanaman daun yang efisien cenderungmenginvestasikan sebagian besar awal pertumbuhan mereka dalam bentuk penambahanluas daun, yang berakibat pada pemanfaatan radiasi matahari yang efisien
kerapatan tanam berpengaruhterhadap berat kering bagian atas tanaman kacang hijau walet. Kerapatan terendahmenghasilkan berat kering bagian atas tanaman paling tinggi. Sebaliknya kerapatantinggi menghasilkan berat kering bagian atas tanaman paling rendah. Namun demikian,penurunan berat kering bagian atas tanaman karena naiknya kerapatan tersebut tidak sebanding dengan peningkatan kerapatan populasi. Peningkatan kerapatan satu setengahkali lipat hanya mengakibatkan penurunan berat kering bagian atas sebesar 15,4 %. Halyang sama juga terjadi pada pengamatan berat biji per tanaman. Peningkatan kerapatanpopulasi dapat mengakibatkan menurunnya berat biji per tanaman, namun karenapenurunan berat biji ini tidak proporsional dengan peningkatan kerapatan populasi, makaberat biji per satuan luas atau hasil panen justru meningkat dengan meningkatnyakerapatan populasi. Peningkatan kerapatan populasi dua kali lipat mengakibatkanmenurunnnya berat biji per tanaman 6,6 % sebaliknya mengakibatkan meningkatnya hasil panen sebesar 66,2 %.


2. Tumpang Sari
            Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Dalam kepustakaan, hal ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir.
            Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Dalam kehutanan hal ini disebut sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi budidaya padi dan ikan air tawar yang dikenal sebagai mina tani.
Pola penanaman tumpang sari dapat memaksimalkan lahan dibandingkan pola monokultur karena:
  1. Hasil panen pada lahan tidak luas bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis tanaman berbeda,
  2. petani mendapat hasil jual yang saling menguntungkan atau menggantikan dari tiap jenis tanaman berbeda dan,
  3. resiko kerugian dapat ditekan karena terbagi pada setiap tanaman.
Penggunaan pupuk majemuk dalam tumpang sari lebih menguntungkan karena:
  • lebih murah dibandingkan dengan pupuk tunggal dan,
  • pemakaiannya sekali.
3. Adaptasi
            Adaptasi adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan kemampuan beradaptasinya tumbuhan dibedakan menjadi :
1.      Hidrofit yaitu kemampuan golongan tumbuhan untuk hidup di lingkungan air.misal lotus/teratai.
2.   Halofit yaitu kemampuan suatu tumbuhan untuk hidup di lingkungan yang berkadar garam tinggi.
3.   Mesofit yaitu golongan tumbuhan yang mempunyai kemampuan untukhidup di lingkungan yang cukup air.misal kopi dan coklat.
4.   Xerofit yaitu tumbuhan yang hidup di lingkungan yang kering dan sedikit air. Contoh kaktus dan kurma.
5.   Higrofit yaitu kemampuan suatu tumbuhan yang hidup di daerah yang lembab. Misal, lumut dan paku-pakuan.
6.   Tropofit yaitu golongan tumbuhan yang hidup di lingkungan yang mengalami pergantian antara basah dan kering dengan cara menggugurkan daun pada musim kemarau. Misal jati, randu, kapuk, dan cemara.
            Adaptasi Tumbuhan Air :
a. Terapung
            Tumbuhan air yang mengapung beradaptasi dengan lingkungan air dengan cara tangkai daun dan batangnya mempunyai rongga-rongga antar sel yang berisi udara, sehingga dapat mengapung. Daun melebar dan akarnya banyak.
Contoh : Salvina natans ( Paku sampan), Eichornia sp. (eceng gondok), Azolla pinnata , Sargassum
b. Tenggelam (Terbenam)
            Tumbuhan yang seluruh tubuhnya terbenam dalam air mempunyai akar yang melekat di dasar air.
Contoh : Vallisneria , Chara , Hydrilla , Calomba .
c. Sebagian tubuhnya terbenam
            Tumbuhan yang sebagian tubuhnya terbenam mempunyai akar yang melekat di dasar dan daun-daun yang terapung di permukaan air. Tumbuhan ini beradaptasi dengan lingkungannya dengan adanya saluran udara pada batang atau tangkai daunnya.
Contoh : Teratai, padi, bakau.
d. Tumbuhan pantai
            Tumbuhan yang hidup di pantai dan sering kena hempasan air laut beradaptasi dengan adanya akar yang banyak dan kuat (akar tunggang).
Contoh : Bakau, Api-Api.


            Adaptasi Tumbuhan Darat :
Untuk mengurangi penguapan air, bentuk penyesuaian tumbuhan adalah :
1)      Menggugurkan daunnya pada musim kemarau panjang.
Contoh : tumbuhan jati, akasia, randu, flamboyan.
2)      Mematikan tubuh bagian yang di atas permukaan tumbuhan yang sebagian tubuhnya tanah. Tumbuhan yang beradaptasi dengan cara seperti ini tidak tampak di atas tanah sepanjang musim kemarau.
Contoh : Gramineae (padi-padian), Zingiberaceae (jahe-jahean), Liliaceae, Araceae
.
3)       Daunnya kecil, berbentuk jarum atau berbentuk sisik, misalnya pada kaktus.
4)      Daunnya tebal dan mempunyai sedikit stomata.
5)      Stomata terletak di permukaan bawah daun, atau tersembunyi pada lekukan urat-urat daun.
6)      Daun berlapis kutikula tebal dan berbulu.

Kesimpulan
1.      Klasifikasi Kemampuan Tanah adalah penilaian tanah secara sistimatik dan pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan penghambat bagi penggunaannya.
2.      Tanah adalah lapisan tipis kulit bumi dan terletak paling luar, tanah merupakan hasil pelapukan atau erosi batuan induk (anorganik) yang bercampur dengan bahan organik.
3.      Tanah mengandung partikel batuan atau mineral, bahan organik ( senyawa organik dan organisme ) air dan udara. Mineral merupakan unsur utama tanah.
4.      Kesuburan Tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat tanah itu berada.
5.      Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan.

                                               DAFTAR PUSTAKA
Soekarto. S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta. 121 hal.

Wikipedia. 2007. Pencemaran Tanah (On-line). http://id.wikipedia.org/wiki/penc ema ran_tanah. diakses 26 Desember 2007.

Bachri, Moch. 1995. Geologi Lingkungan. CV. Aksara, Malang. 112 hal.

Wikipedia. 2007. Tanah Longsor. http://id.wikipedia.org/wiki/tanah_longsor.         diakses Maret 2008.

Bachri, Moch. 2006. Geologi Lingkungan. Malang : CV. Aksara.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Pengenalan Gerakan        Tanah. Jakarta : Mancamedia.

novikhrnisa.blogspot.com/2013/04/makalah-hidrologi-sma-kelas-x-air-         tanah.html?m=1

bosska.wordpress.com/green-lands/pelestarian-air-tanah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUBUNGAN AIR, TANAH & TANAMAN. - ppt download

HUBUNGAN AIR, TANAH & TANAMAN. - ppt download : Lingkaran Tanah-Air-Tanaman LTAT mrpk sistem dinamik dan terpadu dimana air mengalir d...