PENDAHULUAN
Kedelai
merupakan salah satu tanaman multiguna karena bisa digunakan sebagai pangan,
pakan, maupun bahan baku industri pengolahan. Produksi kedelai Indonesia saat
ini masih dalam tingkat yang belum dapat mengimbangi laju peningkatan kebutuhan
kedelai sehingga Indonesia termasuk pengimpor kedelai yang cukup banyak.
Rendahnya
produktivitas kedelai di Indonesia antara lain disebabkan oleh faktor alam,
biotik, teknik budidaya serta fisiologi tanaman kedelai (Kristianingsih, 2004).
Salah satu upaya peningkatan produksi adalah dengan perluasan areal tanam
kedelai. Salah satu peluang peningkatan produksi tanaman pangan mendukung
Ketahanan Pangan Nasional adalah pemanfaatan lahan kering. Di Indonesia
terdapat sekitar 133.7 juta ha lahan kering yang tersebar di pulau-pulau utama
di luar Jawa yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Apabila
diasumsikan hanya lahan dengan kemiringan <15% yang sesuai untuk
pengembangan tanaman pangan, berarti sekitar 47.23 juta ha atau 35.3 % dari
lahan kering yang tersedia untuk tanaman pangan. Namun demikian terdapat
berbagai kendala dalam pemanfaatan lahan kering di Indonesia untuk tanaman
pangan baik ditinjau dari aspek teknis maupun sosial ekonomi. Ciri utama yang
menonjol di lahan kering adalah terbatasnya air, makin menurunnya produktifitas
lahan, tingginya variabilitas kesuburan tanah dan macam spesies tanaman yang
ditanam.
Umumnya petani
lahan kering mengusahakan kedelai pada musim Marengan (MK-1), sehingga sering
tanamannya mengalami kekeringan dan gangguan gulma. Menurut Virginia Soybean
Update (2002), kekeringan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi terhadap
hasil tanaman kedelai serta kandungan hara tanah yang rendah dan pH yang tidak
optimum. Lebih lanjut Chaniago et al., (2005) menyatakan bahwa kondisi
cekaman kekeringan pada stadia vegetatif dapat menurunkan tinggi tanaman dan
luas daun.
Cekaman kekeringan
merupakan kondisi dimana kadar air tanah berada pada kondisi yang minimum untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Gardner (1991) pengaruh cekaman
kekeringan pada stadi vegetatif dapat mengurangi laju pelebaran daun dan LAI
pada tingkat perkembangan berikutnya. Cekaman air yang parah dapat menyebabkan
penutupan stomata, yang mengurangi pengambilan karbondioksida dan produksi
berat kering. Lebih lanjut Yasemin (2005) menyatakan bahwa selama terjadi
cekaman kekeringan terjadi penurunan laju fotosintesis yang disebabkan oleh
penutupan stomata dan terjadinya penurunan transport elektron dan kapasitas
fosforilasi didalam kloroplas daun. Abayomi (2002) melaporkan bahwa pada
tanaman tebu yang mengalami cekaman kekeringan terjadi penurunan pada
pertumbuhan daun, laju penambahan luas daun, luas daun, dan indek luas daun.
Menurut Borges (2005) pada stadia vegetatif tanaman kedelai yang mengalami
cekaman kekeringan menunjukan pertumbuhan lambat dan daun sempit serta buku
batang yang pendek sehingga penampilan tanaman akan kerdil dengan daun kecil,
cepat berbunga, defisiensi unsur hara baik makro maupun mikro dan potensi hasil
yang rendah.
Menururt Arif
(1999) cekaman kekeringan pada tahap awal pembungaan menyebabkan menyebabkan
berkurangnya hasil panen sampai 10 %. Pada tahap awal pembungaan dan awal
pengisian polong akan terjadi kerontokan pada polong bagian bawah. Lebih lanjut
Borges (2005) menjelaskan bahwa cekaman kekeringan pada waktu pembungaan
menyebabkan kerontokan bunga, cekamam kekeringan pada stadia pembentukan polong
akan menyebabkan jumlah polong yang terbentuk turun jumlahnya dan terjadi
kerontokan, serta cekaman kekeringan pada stadia pengisian polong menyebabkan
menurunnya jumlah polong isi dan ukuran biji.
Menurut
Liu (2004) cekaman kekeringan mendorong perubahan konsentrasi ABA dalam tanaman
sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan polong serta
mendorong kerontokan polong dan menurunkan pembentukan polong sampai 40 persen
serta menurunkan ukuran biji. Menurut Nabi (1989) cekaman kekeringan pada
setiap stadia pertumbuhan tanaman kedelai dapat menurunkan hasil biji, tetapi
pada stadi pembentukan polong dan pengisian polong merupakan stadi yang kritis
terhadap cekaman kekeringan, hal ini karena pada stadia ini dapat menyebabkan
penurunan jumlah polong dan biji per tanaman, bobot biji dan hasil. Arif (1999)
menyatakan bahwa cekaman kekeringan pada tanaman kedelai sampai umur 45 hari
dapat mengakibatkan turunnya produksi rata-rata sampai dengan 63 persen karena
pada saat-saat itu merupakan masa kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman kedelai. Variabel yang diamati yaitu luas daun, laju transpirasi, laju
fotosintesis, lebar pembukaan stomata, jumlah klorofil. Data yang diperoleh
dianalisa dengan menggunakan uji F. Apabila hasil uji menunjukan perbedaan yang
nyata antar perlakuan maka dilanjutkan dengan Uiji Jarak Ganda Duncan (DMRT)
pada taraf ketelitian 95% dan HSD 5%.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Luas Daun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas
daun dipengaruhi oleh interaksi cekaman kekeringan dan populasi awal gulma
teki. Rerata luas daun tertinggi dicapai pada kondisi kapasitas lapang tanpa
gulma dengan rerata 47,62 cm2. Luas daun tanaman kedelai mulai menurun pada
kadar air 60% kapasitas lapang dan populasi awal gulma 5 umbi per polibag
dengan rerata 30,62 cm2.
Hal
tersebut berarti rerata luas daun tanaman kedelai menurun sebesar 35.7% pada
tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekeringan dengan kadar air 60%
kapasitas lapang dan populasi awal gulma teki 5 umbi per polibag dibanding pada
kondisi kapasitas lapang tanpa gulma. Luas daun terus menurun dengan
meningkatnya taraf cekaman kekeringan dan populasi awal gulma teki.
Lebar Bukaan Stomata.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lebar pembukaan stomata semakin kecil seiring
penambahan taraf cekaman kekeringan, yaitu dari kadar air kapasitas lapang, 60%
kapasitas lapang dan paling rendah dicapai pada 40% kapasitas lapang dengan
rerata masing-masing 5,13 mμ, 3,43 mμ dan 1,2 mμ Kadar air 60% dan 40%
kapasitas lapang dapat menurunkan lebar pembukaan stomata masing-masing sebesar
33,14% dan 76,61%.
Tabel 2. Pengaruh
Stress Kekeringan dan Kerapatan Gulma Teki terhadap Lebar Bukaan Stomata
Tanaman Kedelai (m),
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji HSD 5%, (-) : tidak ada interaksi
Tabel 2.
menunjukkan bahwa kepadatan awal populasi gulma teki berpengaruh nyata terhadap
lebar pembukaan stomata tanaman kedelai. Lebar pembukaan stomata terlebar
diperoleh pada populasi awal gulma teki 0 umbi per polibag dengan rerata 4,55
mμ, sedangkan pada kepadatan populasi awal gulma teki 5, 10, 15 dan 20 umbi per
polibag berturut-turut adalah 3,77 mμ, 3,77 mμ, 2,61 mμ dan 1,55 mμ (Tabel 2).
Kepadatan populasi awal gulma teki 5, 10, 15 dan 20 umbi per polibag dapat
mengurangi lebar pembukaan stomata berturut-turut 17,14%, 17,14%, 42,64% dan
65,93% dibanding tanaman kedelai tanpa gulma teki.
Laju Transpirasi.
Berdasarkan
hasil uji varian, cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap laju
transpirasi tanaman kedelai. Rerata laju
transpirasi tanaman kedelai pada tanaman kedelai yang tumbuh pada kondisi kadar
air kapasitas 34 lapang mencapai 5,93 μmol/m2/s, sedangkan pada kadar air 60%
kapasitas lapang menurun 10,46% dengan rerata 5,31 μmol/m2/s dan pada kadar air
40% kapasitas lapang menurun 34,91% dengan rerata 3,86 μmol/m2/s.
Tabel
3. Pengaruh Stress Kekeringan terhadap Laju Transpirasi Tanaman Kedelai
μmol/m2/s,
Kandungan Klorofil Daun.
Berdasarkan
hasil uji varian, cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap kandungan
klorofil tanaman kedelai. Tanaman kedelai yang tumbuh pada kondisi kadar air
kapasitas lapang kandungan klorofil daun 300,04 mg/g, sedangkan pada kadar air
60% dan 40% kapasitas lapang menpunyai rerata berturut-turut 296,24 mg/g dan
250,61 mg/g. Cekaman kekeringan dapat menurunkan kandungan klorofil dengan
rerata 7,73% pada kadar air 60% kapasitas lapang dan 11,25% pada kadar air 40%
kapasitas lapang dibanding pada kondisi kapasitas lapang.
Tabel
4. Pengaruh Stress Kekeringan terhadap Kandungan Klorofil Daun (mg/g)
KESIMPULAN
Cekaman
kekeringan dengan kadar air 60% kapasitas lapang sudah menurunkan lebar pembukaan
stomata sebesar 33,14%, 10,46% laju transpirasi, 7,73% jumlah klorofil.
Interaksi antara cekaman kekeringan dengan kadar air 60% kapasitas lapang dan
laju fotosintesis 20,41%.
DAFTAR PUSTAKA
Abayomi,
Y.A. 2002. Sugarbeet Leaf Growth and Yield Response to Soil Water Deficit. African
Crop Science Journal 10(1).
Arif,
R.S. 1999. Respon Morfologi Beberapa Galur dan Varietas Kedelai untuk
Mengatasi Cekaman Kekeringan. Skripsi. Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto. 38pp.
Borges, R. 2005. Crops-Soybean.
. www.blackwell.com . (on-line). Diakses 10 Maret 2006.
Chaniago, I., A.
Taji. And R. Jessop. Assesment of Allelophatic Interaction Soybean and Amaranthus
powellii and Cyperus rotundus using in Vitro System. www.blackwell.com .
(on-line). Diakses 10 Maret 2006.
Gardner,
F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit
UI Press, Jakarta. 428p.
Inawati,
L. 2000. Pengaruh Jenis Gulma terhadap Pertumbuhan, Pembentukan Bintil Akar
dan Produksi Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. 34p.
Yasemin. 2005. The Effect of Drought
on Plant and Tolerance Mechanisms. G.U. Journal of Science 18 (4) : 723 –
740.