PENDAHULUAN
Pengertian agens hayati menurut FAO
(1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri,
cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically
modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan
organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pengertian ini hanya mencakup
mikroorganisme, padahal agens hayati tidak hanya meliputi mikroorganisme,
tetapi juga organisme yang ukurannya lebih besar dan dapat dilihat secara kasat
mata seperti predator atau parasitoid untuk membunuh serangga. Dengan
demikian,pengertian agens hayati perlu dilengkapi dengan kriteria menurut FAO
(1997), yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid,
predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen.
Dewasa ini tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang
berkualitas, ekonomis, serta aman dikonsumsi semakin tinggi. Produk tanaman
seperti ini dapat diperoleh dengan menerapkan budidaya tanaman yang sehat,
antara lain dengan penggunaan agens hayati sebagai sumber pengendalian hama dan
penyakit. Indonesia merupakan negara yang dikenal mempunyai sumber kekayaan
hayati yang sangat besar, bahkan merupakan negara kedua di dunia, setelah
Brazil (Dibiyantoro, 2005). Namun di Negara Brazil, perlindungan terhadap
kekayaan hayati jauh lebih baik karena Undang-undang yang ada selalu dapat
diberlakukan bagi penduduk maupun pendatang/turis yang akan memanfaatkannya.
Sedangkan di Indonesia kekayaan hayati yang sangat potensial ini belum
sepenuhnya ditingkatkan daya gunanya bagi kepentingan pertanian.
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
mempunyai arti penting bagi masyarakat, karena dapat menimbulkan kerusakan
serta kerugian pada tanaman atau hasil olahannya. Pada umumnya petani
menggunakan pestisida kimia untuk menekan kerusakan tanaman tersebut, karena
dianggap lebih cepat memberikan efek hasil, mudah diaplikasikan serta mudah
untuk mendapatkannya. Dalam perkembangannya, disadari bahwa penggunaan
pestisida kimia dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan dan memberikan efek
negative pada kesehatan manusia. Hal tersebut mendorong seseorang untuk
meminimalkan penggunaan pestisida kimia, dengan cara memanfaatkan agen
pengendali hayati. Penggunaan agen pengendali hayati dalam mengendalikan OPT
semakin berkembang, karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian
berbasis pestisida kimia. Beberapa keunggulan tersebut adalah: 1) Aman bagi
manusia, musuh alami dan lingkungan, 2) dapat mencegah ledakan hama sekunder;
3) produk pertanian yang dihasilkan bebas dari residu pestisida; 4) terdapat
disekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap
pestisida sintetis; dan 5) menghemat biaya produksi karena biaya aplikasi cukup
dilakukan satu atau dua kali dalam satu kali musim panen. Agen pengendali
hayati ini dapat berupa bakteri, jamur, actinomycetes ataupun virus (Hanudin et
al., 2010).
Agen pengendali hayati golongan bakteri dalam
mengendalikan patogen pada dasarnya
memiliki
3 mekanisme yaitu:
1. Hiperparasitisme:
terjadi apabila organisme antagonis memparasit organisme parasit
(patogen tumbuhan)
2. Kompetisi ruang dan hara: terjadi persaingan
dalam mendapatkan ruang hidup dan hara,
seperti karbohidrat, Nitrogen, ZPT dan
vitamin.
3. Antibiosis:
terjadi penghambatan atau penghancuran suatu organisme oleh senyawa
metabolik yang diproduksi oleh organisme
lain (Anonim, 2009).
Salah satu agen pengendali hayati dari golongan
bakteri adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa. Bakteri ini termasuk
dalam bakteri perakaran (rhizosfer) yang dikenal sebagai
plant
growth promoting rhizobacteria (PGPR).
KARAKTERISTIK
BAKTERI
Pseudomonas
Sp merupakan bakteri
hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis
hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya
bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon
membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp
dengan senyawa hidrokarbon. Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam
mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan
bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya
bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.
Kerajaan:
|
|
Filum:
|
|
Kelas:
|
|
Ordo:
|
|
Famili:
|
|
Genus:
|
Pseudomonas migula 1894
|
|
Gambar 1, P.
aeruginosa colonies on an agar plate.
P.
aeruginosa adalah bakteri dalam klas Gama proteobacteria, ordo
Pseudomonadales, family Pseudomonadaceae, genus Pseudomonas. Bakteri ini
memiliki ciri-ciri: gram negatif, aerob, berbentuk batang lurus atau lengkung,
berukuran 0,5 – 0,8 μm x 1,5 – 3 μm, suhu optimum untuk pertumbuhan 37 ºC dan
mampu tumbuh sampai suhu 42 ºC (Todar, 2008). Bakteri ini dapat ditemukan
satu-satu, atau berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai pendek, tidak
mempunyai spora, tidak mempunyai selubung, serta mempunyai flagel monotrika
(flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak (Lubis, 2005). P.
aeruginosa hidup bebas, umumnya ditemukan di tanah atau di air. Sampel
klinis dari isolat tanah atau air menghasilkan dua tipe koloni yang halus. Tipe
pertama memiliki tampilan seperti telur goreng yang besar dan halus, dengan
tepi rata dan permukaan timbul. Tipe kedua memiliki tampilan berlendir yang
disebabkan oleh produksi lendir alginate. Strain P. aeruginosa
menghasilkan dua pigmen larut air, yaitu pigmen flouresen pyoverdin dan
pigmen biru pyocianin (Todar, 2008). Bakteri golongan Pseudomonas ini
meberikan hasil tes positif pada uji oksidase dan katalase (Azadeh dan Meon,
2009).
MEKANISME
PENGENDALIAN
Mekanisme pengendalian penyakit oleh golongan
bakteri ini bersifat langsung dan tidak
langsung
dengan memasukkan sintesis dari beberapa metabolit (auksin, sitokinin dan
giberelin), menginduksi 1-aminocyclopropane-1-carbocylate (ACC), diaminase,
memproduksi siderophore, antibiotik, HCN dan senyawa volatil. Kemampuan
yang lainnya adalah meningkatkan daya larut mineral (misalnya fosfor)
(Adesemoye et al.,2008). Menurut Ongena et al., (1999) dalam Mukaromah
(2005), siderophore berperan dalam mekanisme induced systemic resistance
(ISR). Pada kondisi ini, siderophore menghasilkan senyawa pyoverdin,
pyocelin dan asam salisilat. Asam salisilat tersebut berperan sebagai
transduksi signal yang mengaktifkan gen-gen penginduksi pembentukan systemic
acquered resistant (SAR) (Wahyuni, 2001), Ketahanan yang terbentuk tersebut
efektif menekan perkembangan patogen termasuk cendawan, bakteri, dan virus
(Chivasa et al., 1997). Banyak kajian menyatakan bahwa akumulasi asam
salisilat berasosiasi dengan respon fisiologi tanaman terhadap serangan
penyakit (Saikia et al., 2006).
PATOGEN
YANG DAPAT DIKENDALIKAN DENGAN P. aeruginosa
Menurut Mansoor et al. (2007), berdasarkan
uji invitro aplikasi P. aeruginosa dapat menghambat diameter pertumbuhan
Macrophomina phaseoilina, Rhizoctonia solani dan Fusarium oxysporum dengan
menghasilkan zone penghambatan secara berturut-turut 2, 6, dan 10 mm. P.
aeruginosa 7NSK2 mampu menginduksi ketahanan tanaman buncis terhadap Botrytis
cinerea dan Colletotrichum lindemuthianum dan menginduksi ketahanan
tanaman tembakau terhadap TMV (Meyer dan Hofte, 1997; Van Loon et al.,
1998). Menurut Mukaromah (2005), introduksi P. aeruginosa dan cacing
merah dapat menurunkan tingkat keparahan penyakit pada tembakau yang
diintroduksi virus CMV. Penelitian lain menyatakan, P.aeruginosa strain
UPM P3 berpotensi menekan pathogen Ganoderma boninense, penyebab
penyakit busuk batang Basal Stem Rot (BSR) pada kelapa sawit (Azadeh dan
Meon, 2009). Hasil penelitian Saikia et al. (2006) menunjukkan bahwa P.
aeruginosa dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan menekan
penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani. Produk
biologi yang mengandung pyoverdin dan asam salisilat yang dihasilkan oleh P.
aeruginosa PSS sangat efektif melawan Paeronospora tabacina pada
pertanaman tembakau, Alternaria solani pada tomat, Pseudoperenospora
cubensis pada mentimun (Fallahzadeh et al., 2010).
CARA
APLIKASI
Biakan P. aeruginosa dimudakan dengan metode pure
plate pada media King’s B yang mengandung 1 ppm kloramfenicol dan
diinkubasikan selama 24-48 jam. P. aeruginosa dengan kerapatan tertinggi
diperbanyak dalam 500 ml media pepton glucose cair. Sebelum digunakan P.
aeruginosa diencerkan dengan air steril sampai volume 2500 ml (Mukaromah,
2005). Sebagai agen pengendali hayati, P. aeruginosa dapat diaplikasikan
pada tanah, biji (Azadeh dan Meon, 2009) atau pada akar tanaman (Wahyuni,
2005). Aplikasi pada tanah dilakukan dengan cara penyiraman pada tanah di
daerah perakaran (misal: pada tanaman tembakau dilakukan penyiraman pada
pembibitan dengan 5 ml pada kerapatan 2 x 106 CFU/ml suspense bakteri per
tanaman 7 hari sebelum tanam dan 5 hari setelah tanam) (Mukaromah, 2005).
Aplikasi pada biji dilakukan dengan perendaman biji pada 106 CFU/ml suspensi
bakteri, dan/atau pelapisan biji dengan 10% tepung kanji dalam 106 CFU/ml
suspensi bakteri (Adesemoye and Ugoji, 2009). Sedangkan aplikasi pada akar
tanaman dilakukan dengan pencelupan dan perendaman akar bibit (Wahyuni, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009.
Bakteri antagonis Corynebacterium yang ramah lingkungan. Available at:
http://bakteri-antagonis-corynebacterium-yang.html.
Accessed Jan. 31, 2011.
Adesemoye, A.O.
and E.O. Ugoji. 2008. Evaluating Pseudomonas aeruginosa as plant
growth
promoting rhizobacteria in West Africa. Available
http://rvrmoorthy.tripod.com/crop_protection.pdf.
Accessed Jan. 17, 2011.
Azadeh, B.F. dan
S. Meon. 2009. Molecular characterization of Pseudomonas aeruginosa
UPM P3 from oil palm rhizosphere.
Available at: http://www.scipub.org/fulltext/ajas/ajas6111915-1919.pdf.
Accessed Jan. 17, 2011.
Chivasa, S.,
A.M. Murphy, M. Naylor dan J.P. Carr. 1997. Salicylic acid interferst with
Tobacco mosaic virus replication via
a novel salicylhydroxamic acid-sensitive mechanism. Plant cells 9:
547-557.
Fallahzadeh, V.
, Ahmadzadeh, M. dan Sharifi, R. 2010. Growth and pyoverdine production
kinetics
of Pseudomonas aeruginosa 7NSK2 in an experimental fermentor. Available
at:
http://www.bashanfoundation.org/dilantha/dilanbiocontrol.pdf. Accessed Jan. 17,
2011.
FAO. 1997. Code
of conduct for the import and release of exotic biological control agents.
Biocontrol
News and Information 18(4): 119N−124N.
FAO. 1988.
Guidelines for the Registration of Biological Pest Control Agents. Food and
Agriculture Organization of the United Nations, Rome. 7 pp.
Hanudin, E.
Sutarya, S. Mihardja, dan I. Sanusie. 2010. Mikroba Antagonis sebagai Agen
Hayati Pengendali Penyakit Tanaman.
Available at: http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr262044.pdf.
Accessed Jan. 26, 2011.
Lubis, S. 2005.
Pseudomonas aeruginosa; karakteristik, infeksi, dan penanganan. Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3507/1/05010683.pdf. Accessed
Jan.
17, 2011.
Mansoor, F., V.
Sultana, and S.E. Haque. 2007. Enhancement of Biocontrol Potential of
Pseudomonas
aeruginosa and
Paecilomyces lilacinus against root rot of Mungbean by
a
medicinal plant Launaea nudicaulis L. Available at:
http://www.pakbs.org/pjbot/PDFs/39%286%29/PJB39%286%292113.pdf.
Accessed
Jan.
17, 2011.
Mukaromah, F.
2005. Hubungan antara Populasi Afid dengan Kejadian Penyakit CMV pada
Tembakau
H382 yang Diintroduksi Bakteri Pseudomonas aeruginosa, Cacing Merah
(Lumbricus
rubellus) dan Virus CMV-48. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
Saikia,
R., R. Kumar, D.K. Arora, , D.K . Gogoi, and P. Azad. 2006. Pseudomonas aeruginosa
inducing rice resistance againts Rhizoctonia solani : Production of
Salicylic acid and Peroxidases. Available at: http://www.biomed.cas.cz/mbu/folia.
Accessed
Jan. 17, 2011. Todar, K. 2008. Pseudomonas aeruginosa. Available at: http://www.textbookofbacteriology.net/pseudomonas.html
. Accessed Jan. 13, 2010.
Wahyuni,
W.S. 2001. Peranan asam salisilat, H2O2, dan CaCl2 sebagai penginduksi ketahanan
tanaman terhadap infeksi Cucumber mosaic virus. Pros. Hasil Penelitian Hibah
DUE Project Ubiversitas Jember 1: 35-41.
_____________.
2005. Peranan bakteri golongan Pseudomonad berpendar dalam pengendalian
penyakit tumbuhan. Materi Sosialisasi Pemasyarakatan Pemanfaatan Cacing
Merah dan Pseudomonas aeruginosa untuk Meningkatkan Ketahanan Tembakau terhadap
Cucumber mosaic virus pada Kelompok Petani Tembakau di Jember. Disampaikan:
Juni 15, 2005.